100 Hari Taliban Kuasai Afghanistan, Perempuan Makin Dinistakan



Jakarta, Indonesia —

Perempuan di Afghanistan semakin dinistakan di bawah kendali Taliban yang sudah menguasai negara itu seratus hari, terhitung sejak 15 Agustus lalu.

Belum lama ini, Taliban kembali mengeluarkan kebijakan yang membatasi perempuan.

Kementerian Promosi Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan melarang stasiun televisi negara menayangkan drama dan sinetron yang menampilkan aktor perempuan.

“Ini bukan aturan, tapi pedoman agama,” kata juru bicara kementerian tersebut, Hakif Mohajir, kepada AFP, Senin (22/11) lalu.

Kelompok itu juga meminta saluran televisi tak menayangkan film atau program yang menampilkan sahabat Nabi Muhammad dan tokoh islam lainnya yang dihormati.

Perintah Taliban itu muncul usai dua dekade perkembangan media Afghanistan yang lebih independen di bawah pemerintah yang didukung Barat.

Terlepas dari aturan soal stasiun televisi, para perempuan di Afghanistan banyak yang merasa tak punya masa depan. Sebelumnya, Taliban mengklaim akan melibatkan semua kalangan dalam pemerintah, namun yang terjadi tidak demikian.

Taliban hanya memasukkan anggotanya dan Jaringan Haqqani untuk mengelola negara. Tak ada satupun muncul nama perempuan dalam jajaran pemerintahan.

Gerak perempuan semakin terbatas lantaran Taliban tak mengizinkan mereka bekerja, membatasi pendidikan bahkan melarang berolahraga di ruang publik.

Perempuan hanya diizinkan bekerja, ketika pekerjaan itu tak bisa dilakukan laki-laki. Mereka tak diizinkan ke kantor pemerintahan lantaran, lembaga-lembaga itu didominasi laki-laki.

Salah satu pekerjaan yang ‘dilegalisasi’ Taliban yakni membersihkan toilet di pasar.

Para guru atau dosen perempuan, pegawai negeri perempuan dan orang-orang yang bekerja di ruang publik bimbang sekaligus takut. Mereka harus tetap bekerja untuk bertahan hidup namun nyawanya terancam.

Taliban juga membatasi akses pendidikan bagi anak perempuan dan perempuan. Sekolah di wilayah tertentu hanya mengizinkan murid laki-laki masuk kelas. Di tingkat universitas pun terjadi hal serupa.

Rektor Universitas Kabul pilihan Taliban, melarang perempuan melanjutkan studi atau mengajar di kampus ternama itu.

“Wahai warga semua, saya berikan janji saya sebagai rektor Universitas Kabul: selama lingkungan Islami yang nyata tidak tersedia bagi semua orang, perempuan tidak akan diizinkan untuk datang ke universitas atau bekerja. Islam prioritas utama,” kata Ghairat akhir September lalu.

Di bulan yang sama, Taliban juga melarang perempuan berolahraga di ruang publik lantaran tak sesuai Syariat Islam.

Wakil Kepala Komisi Budaya Komisi Taliban, Ahmadullilah Wasiq, menganggap perempuan tak pantas dan tak perlu olahraga, termasuk kriket.

“Dalam kriket mereka akan menghadapi situasi yang mana wajah dan tubuh mereka tak akan ditutup. Islam tak mengizinkan perempuan terlihat seperti itu,” ujar Wasiq.

Bayang-bayang ancaman kematian bagi perempuan Taliban, baca di halaman berikutnya…


Risiko Kematian bagi Perempuan Afghanistan


BACA HALAMAN BERIKUTNYA



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *