36 Jemaah Calon Haji Gagal Berangkat Usai Kedapatan Pakai Visa Kerja
Jakarta, Indonesia —
Sebanyak 36 jemaah calon haji non prosedural dicegah keberangkatannya melalui Bandara Soekarno Hatta karena menggunakan visa kerja atau amil.
“Modusnya sama, menggunakan penerbangan transit,” kata Kasatreskrim Polres Bandara Soekarno-Hatta Kompol Yandri Mono dalam keterangannya, Rabu (7/5).
Sebanyak 36 orang tersebut terdiri dari 34 calon jemaah haji serta dua lainnya merupakan pemimpin dan pendamping. Calon jemaah haji ini berasal dari daerah Tegal, Brebes, Lampung, Bengkulu, Palembang, Makasar, Medan, dan Jakarta dengan rentang usia 35 tahun sampai 72 tahun
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yandri menyebut mereka merupakan penumpang Srilanka Airlines UL 356 tujuan Jakarta-Colombo dan Riyadh. Rencananya, mereka akan bertolak ke Tanah Suci dari Bandara Soetta pada Senin (5/5) sekitar pukul 15.00 WIB.
Namun, keberangkatan mereka digagalkan setelah petugas Imigrasi Bandara Soetta melakukan pemeriksaan dokumen dan curiga jika mereka adalah rombongan haji non prosedural.
Dari hasil pendalaman sementara, diketahui mereka telah membayar sebesar Rp139 juta hingga Rp175 juta kepada pemimpin serta pendamping rombongan berinisial IA dan NF untuk bisa berangkat ke Tanah Suci.
“IA dan NF yang memfasilitasi keberangkatan rombongan ini tidak menginformasikan ke para calon jemaah bahwa visa yang akan di gunakan adalah visa kerja,” ucap Yandri.
Berdasarkan pemeriksaan, IA dan NF mengaku telah berhasil memberangkatkan rombongan calon jemaah haji pada tahun lalu. Hal itu yang membuat rombongan calon jemaah haji tertarik dan percaya.
Apalagi, klaim keberhasilan itu juga menyebar dari mulut ke mulut. Alhasil, banyak orang yang mendaftar ke IA dan NF dan membayar hingga ratusan juta lebih per orang melalui PT NSMC.
“Tapi perusahaan itu bergerak di bidang event organizer bukan biro travel,” ujar Yandri.
“Sesampai di Tanah Suci mereka akan menurus surat ijin tinggal atau Iqomah. Nah jika sudah mengantongi Iqomah ini mereka bebas berada di Tanah Suci, bahkan melakukan ibadah haji,” imbuhnya.
Saat ini polisi masih mendalami dugaan tindakan pidana yang dilakukan IA dan NF selaku penyelenggara keberangkatan haji non prosedural tersebut.
“Kami masih melakukan pendalaman, terkait sangkaan pasal terhadap IA 48 tahun dan NF 40 tahun dan perannya masing-masing,” kata Yandri.
Jika terbukti, keduanya bisa dijerat Pasal 121 Jo pasal 114 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh sebagaimana diubah dengan Pasal 125 Jo Pasal 118A UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang undang.
“Dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp6 miliar,” pungkas Yandri.
(dis/isn)