4 Hakim MK Beda Pendapat soal Gugatan UU Cipta Kerja
Jakarta, Indonesia —
Empat hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda dalam putusan gugatan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Mereka adalah Arief Hidayat, Anwar Usman, Manahan M.P. Sitompul, dan Daniel Yusmic P. Foekh.
Arief menilai permohonan judicial review UU Cipta Kerja harus dinyatakan ditolak. Menurutnya, kendati UU Cipta Kerja dalam pembentukannya miliki kelemahan dari sisi format dan teknis, namun penggabungan atau omnibus law tersebut sangat dibutuhkan.
“UU ini sangat dibutuhkan saat ini, sehingga menurut kami seharusnya permohonan pengujian formil UU Ciptaker harus dinyatakan ditolak (seluruhnya),” kata Arief dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (25/11).
Arief berpendapat tak ada yang keliru dalam pembentukan UU Cipta Kerja dengan metode omnibus law. Menurutnya, metode itu dipandang baik untuk diterapkan dalam sistem hukum Indonesia sebagai upaya penyederhanaan dan keterpaduan undang-undang yang saling berkaitan.
Metode pendekatan omnibus law juga diharapkan dapat mengatasi permasalahan hyper regulation peraturan perundang-undangan mengatur hal yang sama dan berpotensi menimbulkan tumpang tindih dan memberikan ketidakpastian hukum.
“Pembentukan undang-undang dengan metode omnibus law dapat diadopsi dan cocok diterapkan dalam konsepsi negara hukum Pancasila sepanjang omnibus law itu dibuat sesuai dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan prinsip-prinsip yang termuat dalam UUD 1945,” ujarnya.
Secara legal-formal, kata Arief, pembentukan undang-undang dengan menggunakan metode omnibus law meskipun memiliki kelemahan dari sisi format dan prosedur pembentukan undang-undang, namun terdapat kebutuhan yang mendesak untuk membuat undang-undang lintas sektoral dengan menggunakan metode omnibus law.
Menurutnya apabila UU Cipta Kerja ini tak menggunakan metode omnibus law, bakal ada 78 undang-undang yang harus dibuat dalam waktu bersamaan dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Pembentuk undang-undang berharap metode omnibus law ini dapat mengatasi konflik peraturan perundang-undangan secara lebih cepat, efektif, dan efisien.
“Menurut kami, ada beberapa materi muatan dalam UU Ciptaker yang perlu dikabulkan, terutama ihwal hukum ketenagakerjaan. Sebab, hal ini berkaitan erat dengan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak konstitusional buruh, yakni terkait dengan upah, pesangon, outsourcing, dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT),” ujarnya.
Dissenting opinion dari hakim konstitusi Manahan M.P. Sitompul dan Daniel Yusmic P. Foekh tak berbeda jauh dengan dua hakim sebelumnya.
Manahan berpendapat pembentukan UU Cipta Kerja ini tak bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Menurutnya, pemerintah maupun DPR telah menjalankan prosedur perihal pembentukan peraturan perundang-undangan.
Berlanjut ke halaman berikutnya…
Pendapat Berbeda Hakim MK: UU Cipta Kerja Konstitusional