60 Ribu Orang Mengungsi Akibat Konflik Bersenjata
Dewan Gereja Papua menyebut sekitar 60 ribu penduduk Papua mengungsi akibat konflik bersenjata antara TNI-Polri dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) yang masih terjadi di enam kabupaten.
Anggota Dewan Gereja Papua, Pendeta Benny Giay mengatakan pihaknya mencatat, memasuki pertengahan November 2021 pemerintah semakin gencar melakukan politik rasisme, kriminalisasi, marjinalisasi, dan militerisme dalam menangani konflik Papua.
“Sekitar 60 ribu orang lebih umat Tuhan telah mengungsi,” kata Benny dan tiga pendeta lainnya sebagaimana dikutip dari keterangan resmi yang diterima Indonesia.com, Jumat (26/11).
Benny mengatakan pada 21 November, konflik antara TNI-Polri dengan TPNPB masih terjadi di enam kabupaten, yakni Intan Jaya, Pegunungan Bintang, Nduga, Yahukimo, Maybrat, dan Puncak Papua.
Menurut Benny, aparat gabungan TNI-Polri masih menyisir permukiman warga sipil dengan alasan mencari anggota TPNPB. Akibatnya, banyak warga Papua memilih mengungsi di hutan maupun kabupaten tetangga.
“Banyak anak-anak dan ibu menjadi korban dan meninggal dunia saat pengungsian,” tutur Benny.
Lebih lanjut, Benny dan tiga pendeta lainnya, yakni, Andrikus Mofu, Dorman Wandikbo, dan Socratez S. Yosman menjelaskan lebih rinci kondisi di setiap kabupaten tersebut.
Benny membeberkan, di Intan Jaya konflik bersenjata telah terjadi sejak 25 Oktober 2019 lalu. Sebanyak 28 peristiwa terjadi dalam dua tahun terakhir dan menelan 47 korban meninggal dan luka-luka.
Sebanyak 31 warga sipil orang Papua dan non Papua terdampak dengan rincian 16 meninggal, 12 orang luka-luka, dan 3 warga Intan Jaya menjadi korban penculikan.
Sementara, sebanyak 7 anggota TNI-Polri meninggal sementara 7 orang lainnya mengalami luka tembak. Selain itu, 2 anggota TPNPB dinyatakan meninggal.
“Lebih dari 3.000 orang mengungsi di Gereja dan di wilayah terdekat. Jumlah aparat gabungan TNI dan Polri terus diperbanyak di Kabupaten Intan Jaya,” tutur Benny.
Konflik juga terjadi di pegunungan Bintang atau Kiwirok yang mengakibatkan tenaga kesehatan meninggal.
Menurut Benny, pada pekan kedua bulan Oktober lalu aparat TNI-Polri diduga menjatuhkan bom mortar di permukiman yakni, kampung Pelebib, Kampung Kiwi, Kampung Delpem dan Kampung Lolim. Akibatnya, ribuan orang mengungsi di hutan.
“Sekitar 5.000 orang penduduk setempat telah mengungsi di hutan dan kampung terdekat serta menyeberang ke negara tetangga, Papua New Guinea,” ungkap Benny.
Di Maybrat, Dewan Gereja Papua mencatat setelah penyerangan Pos Koramil Distrik Kisor pda 2 September lalu, sebanyak 2.768 jemaat gereja mengungsi di Kabupaten Maybrat.
Pihaknya mendapatkan laporan 34 orang menjadi korban kekerasan dan penangkapan aparat dengan rincian, 31 orang ditangkap,dan diperiksa; 2 orang ditahan dan diperiksa, 2, dan 1 orang diintimidasi.
“Dari total 31 orang yang telah ditangkap dan ditahan untuk diperiksa, 8 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan masih ditahan,” terang Benny.
“Dari 8 orang yang ditetapkan sebagai tersangka 5 orang merupakan pelajar, 4 di antaranya berusia anak,” imbuhnya.
Di Yahukimo, Benny dan tiga pendeta lainnya tidak menyebutkan jumlah penduduk yang mengungsi. Meski demikian, di kabupaten tersebut terjadi rentetan kontak senjata antara aparat dengan pasukan TPNPB.
Di Kabupaten Puncak, Benny menyebut sekitar 3.000 orang lebih dari 23 desa mengungsi. Hingga saat ini, kata Benny, sekitar 16 warga sipil menjadi korban penembakan dan pembunuhan.
Benny juga melaporkan sejak Kepala Badan Intelijen Papua, Brigadir Jenderal TNI, I Gusti Putu Danny Nugraha Karya ditembak hingga meninggal, pemerintah menambah aparat gabungan TNI-Polri di Kabupaten Puncak Papua.
Berdasarkan data yang Dewan Gereja laporkan, jumlah pengungsi paling banyak terdapat di Kabupaten Nduga. Akibat konflik yang telah berlangsung selama tiga tahun di wilayah ini, 47.000 jemaat mereka telah mengungsi. Sekitar 295 warga sipil dilaporkan meninggal.
“Selain akibat ditembak oleh aparat keamanan, sebagian besar dari mereka meninggal dunia selama pengungsian karena tidak tersedianya makanan dan obat-obatan,” tuturnya.
(iam/pmg)