Pengemudi Transjakarta Hanya Boleh Kerja 8 Jam, Dilarang Shift Dobel



Jakarta, Indonesia —

PT. Transportasi Jakarta (Transjakarta) membeberkan aturan untuk pramudi (pengemudi) armada Transjakarta untuk memastikan keselamatan penumpang saat operasional. Beberapa di antaranya adalah waktu kerja maksimal delapan jam dan pramudi wajib menjalani uji kompetensi.

Permasalahan keselamatan Transjakarta saat ini dalam sorotan setelah terjadi lima kali insiden dalam 40 hari terakhir, dengan yang terbaru ketika bus Transjakarta menabrak pembatas jalan atau separator di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Jumat (3/12).

“Terkait dengan pramudi, sudah dihitung sesuai aturan. Maksimal 8 jam dengan disertai istirahat di sela-sela atau di akhir,” ujar Direktur Teknik dan Fasilitas PT. Transjakarta Yoga adiwinarto dalam acara konferensi pers, Sabtu (4/12).

“Mereka tidak boleh double shift. Kita memastikan jadwal pramudi. Operator menyusun, kita mengevaluasi,” tambahnya.

Yoga juga mengklaim pihaknya memperhatikan kesehatan mental pramudi, selain kesehatan fisik. Selain itu, setiap pramudi juga harus melalui sejumlah penilaian dan pelatihan untuk dapat menjadi pengemudi armada.

“Pada saat awal kita mensyaratkan dengan standar dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Setelah melalui uji kompetensi, kami melakukan refreshment course, pelatihan-pelatihan setiap 6 bulan,” kata Yoga.

“Operator melakukan pelatihan dan laporan kepada kami. Dalam 6 bulan sekali, ini yang dilakukan dengan materi yang bervariasi,” imbuhnya.

Lebih lanjut, dia juga menyebut pihaknya rutin setahun sekali memeriksa kondisi kesehatan setiap pramudi. 

“Secara rutin kita tambah lebih intensif untuk medical check-up-nya untuk mengetahui potensi kesehatan yang ada di pramudi kita,” ujar Achmad Izzul Waro, Direktur Pelayanan dan Pengembangan di acara yang sama.

Sementara dalam jangka pendek, Transjakarta mengklaim menggelar serangkaian pengecekan seperti memonitor pramudinya saat apel harian, mewajibkan pramudi melapor jika ada masalah kesehatan, hingga melakukan tes urin secara acak.

“Mereka selain kita apelkan, jadi kita tahu kesiapsiagaan mereka, mereka juga akan kita monitor, mereka diwajibkan untuk melapor kalau ada masalah kesehatan,” kata Achmad.

“Selain itu juga secara random kita lakukan tes urin,” imbuhnya.

(lmy/vws)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *