Korupsi Kecil Tak Diadili dan Jejak Kontroversi Pimpinan KPK Era Firli
Jakarta, Indonesia —
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadi sorotan dalam beberapa hari terakhir. Hal ini disebabkan pernyataan salah satu petinggi komisi antirasuah yang mentolerir kasus korupsi apabila nilainya tidak seberapa dan dilakukan oleh kepala desa.
Pernyataan tersebut lantas mendapatkan kritikan keras dari publik. Masyarakat menilai, ucapan tersebut tidak seharusnya dilontarkan oleh pimpinan KPK dan dianggap tidak mencerminkan nilai-nilai pemberantasan korupsi.
Sementara itu, hasil survei Indikator Politik Indonesia mencatat, tingkat kepercayaan publik terhadap KPK terus menurun sejak 2018. Biasanya, KPK menempati urutan tiga teratas lembaga yang dipercayai publik, namun saat ini berada di urutan kelima.
Berdasarkan catatan Indonesia.com, tingkah laku ataupun pernyataan para petinggi yang bertolak belakang dengan marwah lembaga KPK bukanlah sesuatu yang baru.
Beberapa di antaranya bahkan telah terbukti melanggar kode etik KPK. Berikut rangkuman kontroversi para pimpinan KPK:
1. Firli Bahuri
Ketua KPK periode 2019-2023 ini diketahui sempat dilaporkan oleh Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK terkait penggunaan helikopter untuk kepentingan pribadi.
Firli kedapatan menyewa sebuah helikopter milik perusahaan swasta dengan kode PK-JTO guna melakukan ziarah. Ia menggunakan helikopter dalam perjalanan Palembang-Baturaja, Baturaja-Palembang, serta Palembang-Jakarta.
Total biaya sewa helikopter yang ia keluarkan untuk perjalanan tersebut mencapai Rp28 juta.
Perilaku Firli tersebut dinilai melanggar peraturan Dewas Nomor 1/2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK, yang meminta agar tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme sebagai bentuk empati kepada masyarakat terutama kepada sesama insan Komisi.
Dewas memutuskan Firli terbukti telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku terkait penggunaan helikopter untuk kepentingan pribadi. Firli dinilai telah melanggar Pasal 4 ayat 1 huruf n dan Pasal 8 ayat 1 huruf f Peraturan Dewas KPK Nomor 2/2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
|
2. Lili Pintauli Siregar
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar juga kedapatan melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku pegawai KPK. Dewas KPK memutuskan Lili bersalah dalam sidang etik pada perkara Wali Kota Tanjungbalai. Dewas memberikan sanksi berupaya pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan.
Dewan Pengawas KPK memutuskan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar bersalah dalam sidang etik pada perkara Wali Kota Tanjungbalai. Lili disebut melanggar dua hal, yakni menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi dan berhubungan dengan seseorang yang sedang diperiksa perkaranya oleh KPK.
Lili dilaporkan berkomunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M. Syahrial. Padahal ketika itu, KPK diduga sedang menyelidiki kasus jual beli jabatan yang menyeret Syahrial.
Atas tindakannya, Lili melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf b dan a dalam Peraturan Dewas Nomor 2/2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
|
Pimpinan KPK Bermasalah