Hujan Meteor Warnai Fenomena Antariksa Pekan Ini



Jakarta, Indonesia —

Sederet fenomena antariksa akan mewarnai langit selama pekan ketiga November 2021. Di antaranya ada Puncak Hujan Meteor Leonid, Apoge Bulan hingga Puncak Hujan Meteor Alfa Monocerotid.

Pusat Riset Sains Antariksa (Pussainsa-LAPAN) menjelaskan sejumlah fenomena tersebut dapat disaksikan di langit Indonesia tanpa bantuan penginderaan. Berikut fenomenanya:

Puncak Hujan Meteor Leonid (18-19 November)

Leonid merupakan hujan meteor yang titik radiantnya (titik asal munculnya meteor)-nya berada di konstelasi Leo. Hujan meteor ini aktif sejak 6 November hingga 30 November dan intensitas maksimumnya terjadi pada 19 November pukul 04.15 WIB / 05.15 WITA / 06.15 WIT.

Peneliti dari Pussainsa-LAPAN, Andi Pangerang menjelaskan bahwa Leonid berasal dari sisa debu komet 55P/Temple-Tuttle yang mengorbit Matahari dengan periode 33,3 tahun dan merupakan salah satu di antara beberapa hujan meteor lain yang dinantikan setiap tahun, selain Geminid, Lyrid, Perseid dan Orionid.

“Leonid dapat disaksikan sejak pukul 00.30 waktu setempat hingga akhir fajar bahari (25 menit sebelum terbit Matahari) dari arah timur-timur laut hingga utara-timur laut,” tulis Andi, seperti dikutip dari laman resmi Pussainsa-LAPAN.

Andi mengatakan intensitas maksimum hujan meteor ini berkisar 11-14 meteor per jam untuk wilayah Indonesia dikarenakan ketinggian titik radian saat transit bervariasi mulai 52 derajat hingga 69 derajat. Pastikan medan pandang bebas dari penghalang, polusi cahaya dan awan saat mengamati.

Gerhana Bulan Sebagian (19 November)

Sebagian wilayah Indonesia akan mengalami gerhana Bulan sebagian yang puncaknya akan terjadi pada pukul 16.02.56 WIB / 17.02.56 WITA / 18.02.56 WIT. Puncak gerhana terjadi beberapa menit setelah puncak fase Purnama yang terjadi pada pukul 15.57.30 WIB / 16.57.30 WITA / 18.57.30 WIT.

Andi memaparkan bahwa magnitudo gerhana kali ini sebesar 0,9785 atau han 97,85 persen diameter Bulan tertutup piringan umbra Bumi. Fase gerhana penumbra dimulai pada pukul 13.00.23 WIB / 14.00.23 WITA / 15.00.23 WIT, kemudian fase gerhana sebagian dimulai pada pukul 14.18.24 WIB / 15.18.24 WITA / 16.18.24 WIT.

Fase gerhana sebagian berakhir pada pukul 17.47.26 WIB / 18.47.26 WITA / 19.47.26 WIT sedangkan fase gerhana penumbra berakhir pada pukul 19.05.31 WIB / 20.05.31 WITA / 21.05.31 WIT.

“Sehingga, durasi parsialitas gerhana kali ini selama 3 jam 29 menit 2 detik. Sedangkan durasi penumbra lintas gerhana selama 6 jam 5 menit 8 detik,” imbuh Andi.

Fase puncak gerhana hingga akhir penumbra dialami oleh provinsi Papua Barat (kecuali Kab. Raja Ampat), provinsi Papua, dan sebagian provinsi Maluku (Kep. Kei dan Kep. Aru).

Fase akhir sebagian hingga akhir penumbra dialami oleh sebagian provinsi Papua Barat (Kab. Raja Ampat), provinsi Maluku Utara, sebagian provinsi Maluku (kecuali Kep. Kai dan Kep. Aru), seluruh Sulawesi, Nusa Tenggara, Kalimantan, Bali, provinsi Jawa Timur, provinsi Jawa Tengah, provinsi DIY.

Sebagian provinsi Jawa Barat (kecuali Kota Bekasi, Kab. Bekasi, Kota Depok, Kota Bogor, Kab. Bogor, Kota Sukabumi, Kab. Sukabumi, Kab. Cianjur, Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kab. Bandung Barat), sebagian provinsi Kep. Riau (Kab. Kep. Anambas dan Kab. Kep. Natuna) serta sebagian provinsi Bangka Belitung (kecuali kab. Bangka Barat).

Sedangkan fase akhir penumbra saja dialami oleh seluruh Sumatera, sebagian provinsi Kep. Riau (kec. Kab. Kep. Anambas dan Kab. Kep. Natuna), sebagian provinsi Bangka Belitung (kab. Bangka Barat), provinsi Banten, provinsi DKI Jakarta dan sebagian provinsi Jawa Barat (Kota Bekasi, Kab. Bekasi, Kota Depok, Kota Bogor, Kab. Bogor, Kota Sukabumi, Kab. Sukabumi, Kab. Cianjur, Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kab. Bandung Barat).

Gerhana Bulan Sebagian pernah terjadi pada 4 Juni 2012, 8 Agustus 2017 dan 17 Juli 2019. Gerhana Bulan Sebagian berikutnya akan terjadi kembali pada 29 Oktober 2023, 7 Juli 2028 dan 16 Juni 2030 mendatang.

Fase Bulan Purnama dekat Simpul Menaik dan Gugus Pleiades (19-20 November)

Setelah Bulan mengalami gerhana sebagian di awal senja, Bulan berkonjungsi dengan Gugus Pleiades (Messier 44) pada pukul 19.21 WIB / 20.21 WITA / 21.21 WIT dengan sudut pisah 4,5 derajat dan kemudian berada di dekat Simpul Menaik keesokan harinya (20 November) pukul 00.59.06 WIB / 01.59.06 WITA / 02.59.06 WIT pada jarak 405.665 kilometer dari Bumi.

“Simpul menaik adalah perpotongan antara orbit Bulan dengan ekliptika yang mana Bulan bergerak menuju ke utara ekliptika,” kata Andi.

Fenomena ini dapat disaksikan dari arah timur-timur laut hingga barat-barat laut ketika Bulan terbenam setelah Matahari terbit. Gugus Pleiades bermagnitudo +1,20 dan magnitudo Bulan saat purnama sebesar −12,83 hingga −12,58.

Apoge Bulan (20-21 November)

Apoge Bulan adalah konfigurasi ketika Bulan terletak paling jauh dengan Bumi. Hal ini disebabkan oleh orbit Bulan yang berbentuk elips dengan Bumi terletak di salah satu titik fokus tersebut.

Andi mengatakan perige Bulan terjadi setiap rata-rata 27,32 hari dengan interval di apogee Bulan yang berdekatan bervariasi antara 26,98-27,90 hari.

“Rentang yang lebih sempit dibandingkan dengan perige disebabkan karena Bulan juga bersama sama dengan Bumi mengelilingi Matahari. Sehingga, Bulan akan mengalami perturbasi lebih besar dengan Matahari ketika perige jika dibandingkan dengan ketika apogee,” Imbuh Andi.

Apoge Bulan kali ini terjadi tanggal 21 November 2021 pukul 08.57.28 WIB / 09.57.28 WITA / 10.57.28 WIT.

Puncak Hujan Meteor Alfa Monocerotid (21-22 November)

Menurut Andi, Alfa Monocerotid adalah hujan meteor yang titik radian (titik asal munculnya meteor)-nya berada di dekat bintang Alfa Monocerotis. Hujan meteor ini aktif sejak 15 November hingga 25 November dan intensitas maksimumnya terjadi pada 22 November pukul 02.30 WIB / 03.30 WITA / 04.30 WIT. Alfa Monocerotid berasal dari sisa debu komet C/1917 F1 (Mellish).

Alfa Monocerotid dapat disaksikan sejak pukul 21.30 waktu setempat pada malam sebelumnya (21 November) hingga akhir fajar bahari (25 menit sebelum terbit Matahari) keesokan harinya (22 November) dari arah timur hingga barat-barat laut.

Intensitas maksimum hujan meteor ini berkisar 4-5 meteor per jam untuk wilayah Indonesia dikarenakan ketinggian titik radian saat transit bervariasi mulai 78 derajat hingga 90 derajat. Pastikan medan pandang bebas dari penghalang, polusi cahaya dan awan saat mengamati hujan meteor ini.

Tidak perlu menggunakan alat bantu apapun kecuali jika ingin merekamnya, dapat menggunakan kamera all-sky dengan medan pandang 360 derajat yang diarahkan ke zenit.

(mrh/mik)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *