Ahli Buka Suara soal Ambisi Realme Jadi Merk Ponsel No.1 di Indonesia
Pabrikan ponsel asal China, Realme terus mengembangkan pasarnya setelah tiga tahun masuk pasar Indonesia.
Presiden Unit Bisnis Internasional Realme, Madhav Sheth mengatakan perusahaannya telah memiliki 100 juta pengguna di seluruh dunia saat ini. Indonesia merupakan pasar terbesar Realme di Asia Tenggara.
Dengan capaian itu, Madhav berambisi menjadikan Realme-yang kini masuk lima brand teratas-sebagai merk ponsel nomor satu di Indonesia dalam dua tahun ke depan.
Ambisi Realme itu tak main-main. Meski mungkin, para ahli menganggap impian tersebut akan menemukan berbagai tantangan.
Sebab, pengamat gawai Lucky Sebastian mengatakan tidak hanya Realme yang ingin mencapai target itu. Berbagai raksasa ponsel pun tetap ingin mempertahankan kedudukan mereka sebagai brand ponsel terbaik di Indonesia.
“Banyak rintangan bisa saja terjadi. Brand yang sudah lebih mapan pasti tidak tinggal diam,” katanya Madhav kepada indonesia.com melalui pesan teks, Rabu (8/12).
“Brand yang sudah dikenal seperti Samsung, pasti juga akan menguatkan lini smartphone mid-range nya untuk bersaing,” tambahnya.
Saat ini Realme sendiri berada pada posisi kelima dalam tangga persaingan pasar ponsel tanah air.
Meski banyak tantangan, Lucky menyatakan ambisi Realme tersebut sangat mungkin terwujud. Menurutnya, pasar ponsel pintar Indonesia saat ini sangat dinamis.
“Sekarang ini kalau kita lihat market share smartphone Indonesia sangat dinamis. Awal tahun ada yang di peringkat satu, di kuartal ke tiga bisa melorot jauh disusul brand lain,” jelasnya.
Sehingga dalam rentang waktu dua tahun mungkin saja semua akan berubah.
Untuk menuju ke sana tentunya Realme akan menghadapi sejumlah rintangan, salah satunya dari lawan mereka, Xiaomi.
“Realme akan head-to-head dengan Xiaomi, misalnya dengan seri Redmi dan POCO, karena strategi dan basis devicenya mirip,” kata Lucky.
“Jadi intinya usaha mendaki ke puncak nomor 1 ini akan sangat seru di 2 tahun ini antara brand,” imbuhnya.
Selain itu, Lucky mengatakan krisis chip juga bisa menjadi salah satu ganjalan upaya Realme meraih ambisinya.
“Krisis chip shortage sedang terjadi, mungkin tahun 2022 ini masih belum bisa diatasi. Ini bisa jadi akan membuat permintaan yang banyak tidak bisa dipenuhi,” tuturnya.
Kemudian orientasi pasar Indonesia yang lebih mengarah ke pasar offline juga perlu diatasi oleh strategi pemasaran Realme yang lebih fokus di online.
“Pasar Indonesia ini sebagian besar orientasinya masih offline. Jadi dalam 2 tahun ini realme tidak bisa hanya fokus di online, tetapi harus dengan aktif mengejar pasar offline. Kalau pasar offline tidak tergarap sampai ke ujung, maka market share tidak akan naik signifikan,” ujar Lucky.
Realme sendiri saat ini baru berusia tiga tahun, dan terbilang sangat muda dibandingkan dengan kompetitornya. Dan selama rentang waktu tersebut, Realme berhasil memasarkan 100 juta ponsel.
Lucky mengakui capaian Realme ini sangat luar biasa karena tidak ada merek ponsel pintar yang bisa mencetak angka secepat itu.
Realme yang bermula mengejar pasar ponsel dengan harga yang ‘kompetitif’ kini mulai bergerak ke pasar yang lebih premium.
Meski demikian, Lucky menyebut hal ini tidak akan terlalu berdampak signifikan dari segi jumlah penjualan.
Lucky berpendapat bahwa kehadiran ponsel premium lebih untuk menguatkan ‘posisi’ merek Realme di masyarakat. Menurutnya, orang akan lebih percaya pada sebuah merek ponsel pintar jika memiliki teknologi flagship yang bagus.
(lnn/rds)