Kepercayaan Publik ke KPK Makin Merosot sejak Revisi UU KPK
Sejumlah lembaga survei menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus merosot tajam. Sejak revisi UU KPK pada Oktober 2019, kinerja Firli Bahuri cs jadi pertanyaan.
Berdasar survei yang dilakukan KedaiKOPI pada Oktober 2019, kepercayaan publik terhadap lembaga negara masih menunjukkan KPK sebagai lembaga paling dipercaya dengan skor 4,02. Lalu disusul TNI (3,82), Presiden (3,46), Polri (3,15), Partai Politik (2,51) dan DPR (2,39).
Selang sebulan kemudian, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengeluarkan hasil riset yang menunjukkan kepercayaan publik terhadap KPK mulai menurun meski masih tinggi.
Memasuki 2020, kepercayaan publik terhadap KPK semakin merosot. Berdasar survei Indo Barometer bulan Februari, KPK yang biasa masuk tiga besar merosot ke peringkat empat.
Ada empat lembaga negara yang memiliki tingkat kepercayaan publik tinggi yaitu TNI (94 persen), Presiden RI (89,7 persen), organisasi keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah (86,8 persen), dan KPK (81,8 persen).
Memasuki pertengahan Juli 2020, Charta Politika Indonesia mencatat tingkat kepercayaan publik terhadap KPK lebih rendah dari Polri dengan capaian 72,2 persen. Sementara kepercayaan terhadap KPK berada di angka 71,8 persen
Lalu pada akhir 2020, LSI menyebut masih ada 38,8 persen masyarakat yang tidak puas dengan kinerja KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri.
Angka itu merupakan hasil survei yang dilakukan pada 29 November hingga 3 Desember 2020 terhadap 2.000 responden melalui metode simple random sampling, dengan toleransi kesalahan sekitar 2,2 persen.
Dengan demikian, angka ketidakpuasan terhadap kerja KPK semakin tinggi setiap bulannya. Termasuk, ketika memasuki tahun 2021.
Memasuki pertengahan 2020, lagi-lagi kepercayaan publik terhadap Polri lebih tinggi ketimbang KPK. Berdasarkan hasil survei Cyrus Network pada 28 Mei-1 Juni 2021, sebanyak 86,2 persen responden menyatakan percaya terhadap Polri. Sedangkan pada KPK hanya 80,7 persen. Angka tersebut juga di bawah Kejagung.
Tren tersebut diperkuat lagi pada September 2021 oleh survei yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia (IPI). KPK berada di posisi empat dengan tingkat kepercayaan 65 persen. Sekitar 26 persen responden sedikit percaya, 4 persen responden tidak percaya, dan 5 persennya tidak menjawab.
“Ada penurunan tingkat trust pada KPK, yang biasanya ada di nomor 1 atau 2, sekarang melorot ke peringkat empat, disalip Kepolisian,” kata Direktur Ekskutif IPI Burhanuddin Muhtadi dalam webinar, Minggu (26/9).
Posisi tersebut makin terpelanting pada Desember 2021, saat IPI melakukan survei yang sama dan menempatkan KPK pada peringkat ke delapan. Burhan menyatakan sebanyak 64 persen responden cukup percaya dengan polisi. Sedangkan hanya 59 persen yang cukup percaya dengan KPK.
“KPK biasanya nomor dua atau tiga, sekarang terpelanting ke nomor bawah. Jadi yang nomor tiga adalah polisi,” kata Burhan saat diskusi daring, Minggu (5/12).
Ketua KPK Firli Bahuri, mengungkapkan KPK sudah menangani 1.291 kasus korupsi sejak berdiri. Sejumlah pejabat baik dari unsur gubernur hingga anggota dewan menjadi tersangka dan telah diproses hukum.
Hal itu disampaikan Firli di hadapan Presiden Jokowi dalam perhelatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) yang digelar di Kantor KPK, Jakarta, Kamis (9/12).
“Kami laporkan juga kepada Bapak Presiden bahwa sejak KPK berdiri hingga hari ini sudah ada 1.291 kasus yang ditangani. Dengan tersangka 22 gubernur, 133 bupati/wali kota dan 281 anggota DPR dan DPRD,” tutur Firli.
Kasus suap dalam pengadaan barang dan jasa– khususnya pengadaan infrastruktur dan jasa konstruksi– serta suap jual beli jabatan menjadi modus yang terbanyak.
Firli menambahkan pihaknya telah menerima 1.838 laporan gratifikasi dari penyelenggara negara sepanjang tahun 2021. Ia menuturkan laporan gratifikasi yang telah ditetapkan senilai Rp7,48 miliar.
Ia berujar dari total Rp7,48 miliar, sebanyak Rp1,8 miliar ditetapkan sebagai milik negara. Sisanya, Rp5,6 miliar ditetapkan sebagai bukan milik negara (atau dengan kata lain milik pelapor).
“Kami sungguh berterima kasih kepada penyelenggara negara yang telah melaporkan setiap ada gratifikasi, tahun 2021 ada 1.838 laporan,” ujar Firli.
Firli turut menyampaikan data terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Total pengembalian keuangan negara sebesar Rp2,6 triliun. Terdiri dari Rp2,06 triliun mencakup denda, uang pengganti, dan rampasan; serta Rp630,3 miliar penetapan status penggunaan dan hibah.
“Penyelamatan potensi kerugian negara Rp46,5 triliun,” ucap Firli.
(cfcd/gil)