Bentuk KND, Upaya Pemerintah Lindungi Kaum Difabel di Masa Pandemi
Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia menyatakan, disahkannya Komite Nasional Disabilitas beberapa waktu lalu menjadi momentum bersejarah bagi para penyandang disabilitas di Indonesia.
Menurutnya, melalui lembaga ini dapat dipastikan mkaum difabel mendapatkan jaminan perlindungan hukum. Sehingga, ke depan para penyandang disabilitas mendapatkan kesempatan yang sama dengan para non-disabilitas.
“2021, sebuah momen sejarah telah terbentuk, yaitu dengan disahkannya Komite Nasional Disabilitas sebagai lembaga non struktural yang bertanggung jawab langsung kepada Bapak Presiden dalam rangka perlindungan dan penghormatan hak-hak penyandang disabilitas,” tutur Angkie dalam Siaran Pers yang ditayangkan Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) – KPCPEN pada Rabu (8/12).
Dia berharap lembaga ini dapat menjadi lokomotif bagi semua upaya yang menciptakan lingkungan inklusif bagi para disabilitas di masa pandemi.
“Momen ini telah ditunggu-tunggu terutama oleh para penyandang disabilitas di Indonesia,” katanya.
Angkie menyebut perhatian pemerintah kepada para disabilitas juga ditunjukkan dalam program perlindungan sosial dan kesehatan penyandang disabilitas tertuang dalam berbagai kategori program. Seperti Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, Bantuan Sosial Tunai, diskon tarif listrik, Program Kartu Prakerja, bantuan subsidi upah, subsidi kuota internet dan Bantuan Langsung Tunai bagi penyandang disabilitas yang berwirausaha.
Selanjutnya, dalam hal vaksinasi, kaum difabel masuk kategori prioritas penerima vaksin COVID-19 sejak awal 2021. Berbagai upaya dan inisiatif telah dilakukan untuk memberikan akses vaksinasi yang merata bagi penyandang disabilitas.
Sejak Maret dan April 2021 hingga akhir tahun ini, pihaknya melalui kolaborasi dengan berbagai pihak juga telah mendistribusikan vaksin Sinovac hibah Pemerintah Uni Emirat Arab, bagi penyandang disabilitas di provinsi prioritas seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali, yang merupakan zona merah bagi penyandang disabilitas.
“Memang semua butuh waktu dan proses dalam jangka panjang, sehingga butuh peran dan sinergi kita semua untuk kita bersama membangun kesadaran masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang inklusif,” tandasnya.
Dalam menerapkan prokes, Angkie menilai, tergantung pada ragam disabilitas. Misalnya, penyandang disabilitas sensorik akan lebih sulit berkomunikasi jika semua memakai masker. Kemudian penyandang disabilitas motorik akan lebih sulit mencuci tangan bila keran sulit diakses.
Ia juga memandang positif adanya teknologi yang bisa membantu penyandang disabilitas untuk berkomunikasi.
“Salah satu kunci penting menumbuhkan kesadaran prokes bagi penyandang disabilitas adalah peran support system, keluarga, kerabat, bagaimana mereka dapat mencerna dan menilai informasi yang ada, serta dapat menjelaskan secara persuasif kepada teman-teman disabilitas pentingnya prokes dan vaksin,” ujar Angkie.
Pada saat bersamaan, Jubir Pemerintah untuk COVID-19 dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru, Reisa Broto Asmoro mengatakan, pemerintah selalu menjamin kesempatan yang sama bagi penyandang disabilitas dalam mendapatkan hak sebagai warga negara di berbagai bidang. Termasuk dalam pelayanan kesehatan dan perlindungan di masa pandemi COVID-19.
Sejalan dengan hal tersebut, guna menumbuhkan kesadaran penyandang disabilitas menerapkan protokol kesehatan (prokes) dan melakukan vaksinasi, peran support system yakni orang-orang terdekat menjadi sangat penting. Selain itu, selalu dibutuhkan partisipasi dan sinergi semua pihak dalam menciptakan lingkungan yang inklusif bagi penyandang disabilitas.
“Pemerintah sudah memasukkan kelompok disabilitas ke dalam prioritas vaksinasi COVID-19. Artinya, mereka yang pertama-tama harus dilindungi. Bahkan sudah terbentuk sebuah komisi khusus untuk penyandang disabilitas yang anggotanya dilantik Presiden pada 1 Desember 2021 lalu,” papar Reisa.
(osc)