Peserta Lomba Orasi Kritik Polisi, Kapolri Nilai Kreatif



Jakarta, Indonesia —

Dioni Hilda bersama lima orang rekannya secara khusus datang dari Nusa Tenggara Timur mewakili daerahnya untuk mengikuti Lomba Orasi yang diselenggarakan Polri di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Jumat (10/12).

Jauh-jauh terbang melintasi 2.181 kilometer, tidak serta merta membuatnya ciut untuk menyampaikan kritik terhadap institusi kepolisian, meskipun Lomba Orasi Hak Asasi Manusia (HAM) itu diselenggarakan oleh Korps Bhayangkara.

Dalam orasinya, ia menilai pemerintah sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi seharusnya mampu bertanggung jawab dalam penegakan HAM di dalam negeri. Negara, menurutnya, juga wajib menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM bagi warga negara.

Dia menyoroti, berdasarkan data Komnas HAM, institusi kepolisian justru menjadi lembaga yang paling banyak diadukan terkait pelanggaran HAM sepanjang 2020.

“Apalagi pelanggaran yang dilaporkan kebanyakan terkait lambannya penanganan kasus, dugaan kriminalisasi, proses hukum tidak sesuai prosedur, dan dugaan kekerasan,” ujar Hilda ketika berorasi, Jumat (10/12).

Hilda juga menyoroti pelanggaran HAM yang dilakukan oleh korporasi terkait sengketa lahan dan pencemaran lingkungan. Di mana berdasarkan data yang sama, pelanggaran pada sektor ini berada di urutan kedua.

Padahal menurutnya, ketika berbicara pemenuhan HAM tidak bisa lepas dari Hak Asasi Masyarakat Adat. Akan tetapi sampai saat ini, ia merasa, pemenuhan hak bagi masyarakat adat tidak pernah benar-benar terasa.

Sejak September 2007 lalu, Indonesia menjadi salah satu dari 144 negara yang mendukung pengesahan deklarasi hak-hak masyarakat adat.

“UU HAM mengakui Hak Asasi Masyarakat Adat namun kebijakan yang ada saat ini belum betul-betul mampu mengakomodir secara utuh pemenuhan Hak Masyarakat Adat,” ujarnya getir.

Bertepatan dengan hari HAM Internasional, Hilda mendorong agar seluruh perbedaan dan kebutuhan masyarakat adat dapat diperhatikan dan dilindungi secara menyeluruh, baik dari segi hukum, masyarakat, hingga pemerintah itu sendiri.

Menurutnya, ada beberapa hak masyarakat adat yang selama ini terabaikan dan wajib untuk dipenuhi. Beberapa di antaranya seperti menentukan nasib sendiri; hak atas tanah, wilayah dan Sumber Daya Alam (SDA); hak partisipasi dan informasi; hak budaya; dan hak atas keadilan.

“Sudahkah hak-hak di atas terpenuhi oleh negara atau pemerintah. Dari Sabang sampai Merauke dari Miangas-Rote di atas bumi Pertiwi ini, lagi-lagi tahun yang pendek menjadi begitu panjang bagi masyarakat adat,” tuturnya.

“Lahan dirampas, rumah digusur, anak tak bisa sekolah. Ibu Pertiwi sebagai rahim kehidupan tak lagi berharga. Martabatnya telah digadaikan penguasa di tangan pengusaha,” imbuhnya.

Hilda berpendapat, hari ini bisa saja hanya tanah masyarakat adat yang dirampas kepemilikannya oleh negara. Namun tanpa ada langkah konkret terhadap pemenuhan hak masyarakat adat, bukan tidak mungkin kedepannya akan berlanjut hingga pemusnahan hutan adat.

Padahal menurutnya, bagi masyarakat adat, rumah bukan sekedar tempat untuk berteduh dan bernaung. Hutan bukan juga pula sebagai tempat tinggal bagi flora dan fauna.

Ia mengatakan, masyarakat adat menganggap hidup dan matinya pohon di hutan adat, terdapat nilai dan kehidupan yang diwariskan dari generasi ke generasi.

“Lantas siapa yang bertanggungjawab atas duka kemanusiaan di tanah Pertiwi ini,” tanyanya retoris.

Kapolri Berterima Kasih

Pada kesempatan itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengapresiasi seluruh orasi yang disampaikan para peserta. Listyo mengaku tersentuh dengan penampilan yang dibawakan masing-masing peserta.

“Kami sangat berterima kasih kepada seluruh adik-adik yang telah berekspresi, berinspirasi dengan ide-ide kreatifnya. Bagaimana penyampaian ekspresi, penyampaian pesan yang tadi disampaikan betul-betul menyentuh,” ujarnya menutup lomba orasi tersebut.

Listyo mengklaim, Polri menghargai iklim demokrasi di Indonesia, sebagaimana telah diamanatkan dalam konstitusi.

Ia juga telah memberikan instruksi kepada seluruh jajarannya agar mengamankan aksi unjuk rasa dengan baik.

“Ini tentunya menjadi tanggung jawab kita bersama. Jadi mari ke depan kita ciptakan alam demokrasi yang lebih baik, kebebasan untuk berekspresi, kebebasan untuk mengkritik dan kebebasan untuk menyampaikan pendapat,” tutupnya.

Total terdapat 2.041 peserta yang terlibat dalam lomba orasi tersebut dari seluruh Indonesia. Dari jumlah itu terpilih 243 tim, hingga akhirnya mengerucut menjadi enam tim yang pentas di Jakarta.

Mereka berorasi di Tugu Proklamasi untuk memperingati hari HAM se-dunia yang jatuh pada 10 Desember hari ini.

Para peserta akan memperjuangkan hadiah sebesar Rp50 juta untuk juara pertama. Kemudian, Rp30 juta untuk juara kedua dan Rp20 juta bagi juara ketiga.

Sebelumnya, Polri pernah menggelar lomba Bhayangkara Mural Festival 2021 yang juga memperebutkan Piala Kapolri dan sejumlah kejuaraan. Kepolisian mempersilakan para peserta untuk mengkritik institusi ataupun hal-hal lain di Indonesia.

(tfq/pmg)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *