PBNU Serukan Predator Seks Pesantren Masuk Daftar Hitam Nasional



Jakarta, Indonesia —

Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PBNU, Abdul Ghofarrozin mengusulkan penyusunan black list atau daftar hitam secara nasional terhadap para pelaku predator seksual di pesantren maupun di sekolah-sekolah lainnya.

Hal itu sebagai efek jera agar para predator seksual tak mudah masuk kembali ke pelbagai aktivitas sosial kemasyarakatan.

“Ada black list secara nasional bagaimana para predator seksual ada tanda khusus di dalam aktivitas khusus, aktivitas sosial dan keagamaan sehingga gampang dilacak dan enggak gampang masuk lagi,” kata Rozin dalam acara Peningkatan Pengasuhan Ramah Anak di Satuan Pendidikan Berasrama yang disiarkan di Kanal YouTube Kementerian PPPA, Senin (13/12).

Ia menilai tindakan untuk mencabut izin pesantren oleh Kementerian Agama yang pengasuhnya terlibat dugaan pelecehan seksual bukan satu-satunya solusi penyelesaian. Menurut dia pelaku predator seksual berpotensi kembali membuka pesantren bila sudah bebas dari penjara.

“Kalau enggak ada tindakan tegas bagi pelaku dia bisa buka pesantren lagi. Jadi pesantren di tutup tak satu-satunya solusi. Kalau pesantren masih ada dan diganti pengasuhnya mungkin lebih solutif,” kata dia.

Di sisi lain, Rozin juga mengusulkan tiap pesantren usia anak dibentuk musyrif atau pembimbing para santri mencegah terjadinya pelecehan seksual. Ia mencontohkan 1 orang pembimbing bisa mendampingi 15-20 Santri.

Meski demikian, Rozin menyatakan usulan itu tentunya membutuhkan sistem pendukung yang luar biasa. Ia menyebut terkadang sebuah pesantren memiliki jumlah santri hingga 1500.

“Kami dorong agar awareness terhadap definisi dan penanganan kesadaran terhadap kekerasan seksual dan bullying di pahami semua pesantren,” kata dia.

PKS Desak Kebiri Predator Seks di Pesantren

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendukung hukuman kebiri bagi HW, pimpinan salah satu pesantren atau Boarding School di Bandung yang menjadi pelaku pemerkosaan terhadap belasan santrinya hingga hamil dan melahirkan.

Ketua Fraksi PKS, Mardani Ali Sera mengatakan, hukuman kebiri telah memiliki payung hukum. Meski begitu, ia menyerahkan sepenuhnya desakan tersebut ke Majelis Hakim.

“Payung hukumnya sudah ada. Jika memenuhi syarat, itu haknya Majelis Hakim. Dukung [hukuman kebiri]. Sesuai payung hukumnya dan untuk efek jera,” kata Mardani kepada Indonesia.com, Senin (13/12).

Dia menyebut bahwa tindakan yang dilakukan HW merupakan kejahatan tingkat berat. Selain kebiri, ia karena itu mendukung pelaku dihukum penjara maksimal. Selain kepada pelaku, Mardani juga mendorong agar pemerintah melindungi dan memenuhi hak kepada para korban.

Mardani mengklaim PKS memberikan dukungan kepada bab perlindungan korban yang diatur dalam Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Meski begitu, pihaknya tetap memberi catatan terhadap RUU TPKS yang dinilai masih memasukkan frasa sexual consent atau hubungan seks berdasarkan persetujuan.

Perkosaan yang dilakukan oleh HW saat ini telah masuk proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Khusus Bandung. HW didakwa telah melakukan perbuatan cabul tersebut terhadap belasan santri hingga hamil dan melahirkan dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) pada 2018-2019 mencatat sebanyak 37 kasus kekerasan terhadap anak di lingkungan Pondok Pesantren. Sebagian besar dari kasus itu merupakan kekerasan seksual.

(thr/rzr/DAL)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *