Komnas Perempuan Bongkar Catatan Dosen Mesum saat Bimbingan Skripsi



Jakarta, Indonesia —

Komisi Nasional atau Komnas Perempuan mencatat pelaku kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi didominasi oleh dosen. Beberapa di antara mereka memiliki posisi strategis seperti menjabat sebagai dekan fakultas maupun ketua jurusan (Kajur).

Berdasarkan data yang diperoleh Indonesia.com dari Bagian Pemantauan Komnas Perempuan, dari 26 kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi sejak 2015-2021, sebanyak 17 kasus di antaranya dilakukan oleh dosen.

Sementara, pelaku lainnya adalah mahasiswa sebanyak 6 orang, 2 pelatih atletik, dan 1 ketua yayasan universitas.

Adapun korban paling banyak merupakan mahasiswa dengan jumlah 21 orang, 1 dosen, 2 murid, 1 pegawai, dan 1 korban yang latar belakangnya tidak teridentifikasi.

Lebih spesifik, dari 21 korban mahasiswa, 15 di antaranya merupakan korban dari kekerasan yang dilakukan dosen dengan 7 kasus di antaranya dilakukan oleh pembimbing skripsi.

Mahasiswi tingkat akhir Fakultas Hukum universitas di Jakarta, TKA misalnya, menjadi korban pelecehan seksual dari dosen pembimbingnya, TS pada 2018 silam.

Dalam catatan Komnas, selama proses bimbingan skripsi beberapa kali dosen pembimbing mengajak TKA untuk melakukan bimbingan di luar kampus.

“Pelaku juga mengajak korban untuk keluar kota, mencoba memegang tangan korban dan mengirim pesan tidak sopan kepada korban,” demikian laporan yang dikutip Indonesia.com dari catatan Komnas Perempuan, Selasa (16/11).

Hal ini membuat korban merasa tidak nyaman. Orang tua korban lantas mengadukan peristiwa yang menimpa anak mereka ke kampus. Setelah itu, korban mendapatkan dosen pembimbing pengganti.

Menurut korban, peristiwa pelecehan itu tidak hanya menimpanya. Kasus serupa juga terjadi pada dua kakak tingkatnya.

“Dampak dari perlakuan pelaku terhadap korban adalah rasa takut jika dihubungi oleh pelaku dan skripsi korban menjadi terbengkalai,” tulis catatan tersebut.

Kasus pelecehan seksual lain yang dilakukan oleh pembimbing skripsi terjadi di sebuah universitas di Makassar, Sulawesi Selatan. Kasus ini terjadi pada 2019, dilakukan oleh dosen berinisial A. AP.

Dalam catatan Komnas Perempuan, pelaku melakukan perbuatan cabulnya terhadap korban dan teman korban. Pelaku menggunakan kewenangannya sebagai dosen dan penguji skripsi para korban. Ia mengancam tidak akan meluluskan mereka jika tidak menuruti permintaan pelaku.

“Selain itu pelaku diduga menghipnotis para korban dan menggunakan berbagai macam cara pengobatan spiritual,” tulis catatan tersebut.

Kasus selanjutnya terjadi di sebuah universitas di Bogor pada 2020 lalu. Pelaku, merupakan dosen pembimbing skripsi berinisial IA. Pada akhir Oktober 2020, pelaku menceritakan mimpi vulgar antara pelaku dengan korban di ruang ketua jurusan.

Menurut catatan Komnas Perempuan, pelaku melakukan pelecehan dengan meminta koran mengirimkan foto atau video berkonten porno.

Pelaku pernah mengancam akan mempersulit skripsi korban jika ia tidak membalas chat ataupun mengangkat telepon pelaku.

“Saat ini korban merasa takut untuk bertemu pelaku sebagai dosen, dan juga merasa tertekan selama hampir 5 bulan,” bunyi catatan tersebut.

Dalam catatan Komnas Perempuan, kasus pelecehan lain yang paling mutakhir menimpa mahasiswi di Riau.

Pada 27 Oktober 2021, korban bertemu dengan terduga pelaku di kantor dekan FISIP guna melakukan bimbingan skripsi. Di dalam ruangan itu, hanya terdapat pelaku dan korban. Selain itu, perjumpaan itu merupakan kali pertama korban bertemu pelaku.

Saat bimbingan dimulai, Dekan FISIP yang berinisial SH melontarkan beberapa pertanyaan yang bersifat pribadi kepada korban. Beberapa kali pelaku juga melontarkan kata ‘i love you’ yang membuat korban tidak nyaman.

Setelah melakukan bimbingan, korban bermaksud bersalaman dengan pelaku karena ia hendak pamit. Namun, pelaku langsung menggenggam kedua bahu korban dan mendekatkan badannya ke korban. Ia juga menggenggam kepala korban dengan kedua tangannya.

Korban terkejut dan merasa lemas. SH lantas mencium pipi korban. Korban kemudian menundukkan kepalanya karena takut.

“Namun terduga pelaku mendongakkan kepala korban lalu berkata “Mana bibir? Mana bibir?”.

Korban langsung mendorong terduga pelaku dan dia mengatakan “ya udah kalau ga mau” Korban merasa ketakutan yang sangat luar biasa,” tulis catatan Komnas Perempuan.

(iam/gil)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *