Pelecehan Seksual di Metaverse Disebut Sulit Dihindari
Pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi menanggapi pelecehan seksual di dunia virtual Metaverse yang dirasakan seorang penguji coba di Amerika Serikat.
Menurut Ismail pelecehan seksual di Metaverse ada dan potensi terjadi.
Sebelumnya seorang wanita yang terlibat dalam uji coba beta Metaverse mengaku dirinya telah menjadi korban pelecehan seksual di dunia metaverse. Menurut pengakuan wanita itu avatar yang ia kendalikan mendapatkan perlakuan seksual ketika menjalankan uji coba platform beta VR dari Meta, Horizon Worlds.
Wanita mengaku avatarnya ‘diraba’ secara virtual di platform tersebut dan ini terjadi pada awal Desember. Ia lantas melaporkannya di forum resmi Horizon Worlds di Facebook.
Menanggapi isu tersebut, Ismail mengatakan hal semacam ini tidak dapat dihindari. Kehadiran Metaverse justru akan membuat pelecehan seksual dapat dilakukan dengan lebih realistis.
“Sama halnya dengan kita di IG, media sosial yang ada sekarang, Twitter, Facebook, kadang-kadang terjadi pelecehan atau saling melecehkan. Dan itu hanya menggunakan verbal, cuitan, dan komentar,” kata Ismail kepada Indonesia.com melalui sambungan telepon, Senin (20/12).
“VR (virtual reality) itu lebih immerse, lebih realistis. Artinya dia malah bisa melakukan hal yang sebelumnya dilakukan dengan lebih realistis,” imbuhnya.
Dijelaskan Ismail, karena teknologi Metaverse didesain secara khusus dan luas, praktis perilaku pelecehan seksual di Metaverse akan sulit dihindari.
“Apakah itu bisa dihindari? sama saja dengan kita belajar dari yang sekarang, bisa enggak kemudian kita setop orang catcalling, terus bullying di media sosial, susah sekali, itu akan selalu ada,” ujarnya.
Menurut Ismail, menyikapi situasi itu, penyedia layanan perlu melakukan edukasi kepada pengguna untuk merespons serangkaian kejadian yang menimpa mereka di platform tersebut.
“Apa yang harus dilakukan? Harus disiapkan orang-orang itu untuk edukasinya, kalo itu terjadi apa yang harus dilakukan, kalo dia di-bully atau kemudian dilecehkan apa yang harus dilakukan,” pungkasnya.
Lebih lanjut, pada kasus pelecehan yang terjadi di pengujian beta metaverse, Meta menyebut pihaknya telah meninjau insiden dugaan pelecehan seksual secara virtual. Mereka mengatakan seharusnya para peserta uji coba Beta menggunakan ‘Safe Zone’, fitur keselamatan yang telah tersemat dalam platform.
Dengan demikian pengguna dapat melakukan blokir pada pengguna lain yang masih asing, dan hidup dalam ‘bubble’ masing-masing.
(lnn/mik)