Capaian Kinerja Konservasi SDA dan Ekosistem RI di 2021


Jakarta, Indonesia —

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno memaparkan capaian kinerja yang dipimpinnya hingga akhir tahun 2021. Wiratno menjelaskan kemitraan konservasi secara nasional telah menjangkau 176.588 hektare (Ha) Kawasan hutan sampai dengan November 2021.

Besaran tersebut dicapai melalui 347 perjanjian kerja sama di 55 UPT, 69 kawasan konservasi, serta melibatkan 261 desa, 246 mitra, dan 12.621 jiwa.

“Selain kemitraan konservasi, Direktorat Jenderal KSDAE juga berkewajiban untuk melaksanaan pembinaan usaha ekonomi masyarakat yang bermukim di daerah penyangga kawasan konservasi. Upaya ini dilakukan agar dapat menciptakan hubungan yang positif antara masyarakat dengan kawasan konservasi itu sendiri,” ujarnya.


Pada Diskusi Refleksi Akhir Tahun KLHK yang digelar di Jakarta, Jumat (17/12), dia menyebut dalam kurun waktu 2 tahun terakhir, kegiatan pemberdayaan masyarakat di daerah tersebut berhasil melahirkan 1.359 jenis usaha ekonomi produktif. Adapun kegiatan tersebut tersebar di 644 desa, 965 kelompok, serta melibatkan 26.157 orang anggota kelompok.

“Kemudian, sebagai bagian dari penanganan area terbuka pada kawasan konservasi, dilakukan upaya-upaya pemulihan ekosistem. Pada periode 2015-2019, dari target pemulihan ekosistem seluas 100.000 Ha dapat dicapai seluas 84.067 Ha atau sebesar 84,07%,” paparnya.

Untuk periode 2020-2024, pihaknya menargetkan pemulihan ekosistem seluas 200.000 Ha. Dijelaskannya, hingga tahun 2021 realisasi pemulihan ekosistem telah mencapai 50.251 Ha atau sebesar 25,13%. Menurut Wiratno, pemulihan ekosistem juga dilakukan melalui skema kemitraan konservasi pada area seluas 13.830 Ha di 18 UPT Direktorat Jenderal KSDAE.

Terkait konservasi spesies dan genetik dalam rangka mengantisipasi kepunahan spesies, Wiratno mengungkapkan Direktorat Jenderal KSDAE telah melakukan upaya-upaya konservasi secara insitu dan eksitu. Di antaranya melalui pengelolaan habitat, penanganan konflik, serta eradikasi invasive alien species dan zoonosis. Sementara upaya konservasi eksitu dilakukan melalui pengembangbiakan spesies, restocking hasil penangkaran, serta melakukan rescue, rehabilitasi dan release.

adv

Foto: dok. KLHK

Dia menjelaskan, pada tahun 2020-2024, pihaknya menargetkan pelaksanaan inventarisasi dan verifikasi pada 70 juta Ha area indikatif dengan potensi keanekaragaman hayati tinggi. Dari target tersebut, per November 2021 telah terealisasi inventarisasi dan verifikasi pada areal seluas 15 juta Ha atau sebesar 21,50% dari target. Menurutnya, hal tersebut penting dalam rangka memetakan kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia, untuk kemudian merencanakan pengembangan jaringan kawasan konservasi.

Wiratno pun memaparkan capaian lain dari upaya konservasi species dan genetic. Yakni pelepasliaran sejumlah 27.792 individu satwa, kelahiran 2.790 individu satwa, upaya-upaya repatriasi satwa liar, serta restocking satwa liar ke habitatnya.

Adapun dalam hal pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi, dia menilai pandemi Covid-19 membuat sebagian besar kawasan wisata ditutup secara temporer. Meski begitu pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi pada dasarnya adalah upaya yang non ekstraktif tetapi sangat menguntungkan. Potensi fisik keanekaragaman hayati tetap terjaga namun tetap menguntungkan secara ekonomi. Tidak dapat dipungkiri bahwa 60% aktivitas wisata dilakukan di alam. Wisata alam dilakukan melalui experience tourism based, back to nature trend, diversifikasi produk wisata, serta pelibatan masyarakat lokal.

Wiratno merinci sejumlah potensi wisata alam di kawasan konservasi. Di antarannya terdiri atas 102 lokasi pendakian gunung, 1.200 lokasi yang menyajikan keindahan panorama alam, 820 lokasi air terjun, 160 danau dan waduk, 274 gua, serta 51 lokasi untuk keperluan wisata bahari.

Ke depan menurutnya perlu dilakukan pengembangan konsep quality tourism pada kawasan konservasi. Sehingga diharapkan dapat mengubah perilaku wisatawan. Sekaligus memperbaiki manajemen wisata, serta melakukan perbaikan sarana dan prasarana serta infrastruktur, hingga pengembangan metode promosi dan pemasaran wisata alam.

Dikatakannya, Direktorat Jenderal KSDAE kini sudah mempunyai aplikasi wisata alam berbasis Android dan IOS yang dirilis pada tanggal 24 November 2021 silam. Selain itu juga dilakukan optimalisasi pemanfaatan media sosial. Untuk melengkapi kebutuhan wisata di masa pandemi, lanjut dia, dikembangkan pula virtual tour dengan memanfaatkan berbagai platform yang tersedia.

Sedangkan untuk kepentingan wisata, Wiratno menyebut kawasan konservasi juga menghasilkan air dan energi air. Menurutnya sampai dengan tahun 2021 terdapat 26 ijin pemanfaatan air (IPA) untuk tujuan non komersial yang menyuplai 96.939 rumah tangga, 28 ijin usaha pemanfaatan air (IUPA) untuk tujuan komersial, 62 ijin pemanfaatan energi air (IPEA) untuk tujuan non komersial dengan kapasitas 1.159 KW yang melayani 1.990 rumah tangga, serta 7 ijin usaha pemanfaatan energi air (IUPEA) untuk tujuan komersial.

Kendati demikian, Wiratno tak memungkiri masih banyak masalah yang menjadi pekerjaan rumah bersama. Masalah tersebut dinilainya perlu diselesaikan dengan cara tak biasa. Wiratno menjelaskan masalah lingkungan yang ada tidak bisa diselesaikan dengan cara atau teori saat ini. Melainkan perlu teori dari masa depan. Di sinilah menurutnya peran inovasi dan kreativitas dibutuhkan.

We can’t solve problems by using the same kind of thinking we used when we created them, quote dari Albert Einstein tersebut kurang lebih sesuai dengan kondisi dan tantangan yang dihadapi oleh Direktorat Jenderal KSDAE dalam beberapa tahun terakhir ini,” tandasnya.

Dia mengatakan dalam bekerja di bidang konservasi perlu spirit. Serta tidak boleh terjebak dalam target dan angka. Namun harus ada konten dan konteks, serta harus memiliki prinsip penting yaitu spirit kepeloporan, keberpihakan, kepedulian, konsistensi, dan kepemimpinan. Selain itu prinsip 2A (awake and Alert), harus dibangun guna menjaga kawasan dan melayani masyarakat.

Diskusi Refleksi Akhir Tahun ini, capaian kinerja Direktorat Jenderal KSDAE turut mendapatkan tanggapan dan catatan konstrukstif dari para penanggap, yaitu Dani Wahyu Munggoro (INSPIRIT), Noer Fauzi Rahman (UNPAD), Noviar Andayani (WCS), Catrini Pratihari Kubontubuh (ARSARI).

(adv/adv)




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *