Kisah Keluarga TKI, Penantian 11 Tahun Tertunda Karantina



Jakarta, Indonesia —

Serombongan keluarga berbondong-bondong menuju pintu kedatangan di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada Rabu (22/12) sore. Seorang ibu paruh baya memimpin di depan barisan rombongan, matanya menjurus menuju pintu kedatangan.

Tubuhnya terhalang gerbang pembatas jalan yang memisahkan kedatangan luar negeri dan domestik. Seorang anak dari rombongan itu berlarian di sekitar kaki sang ibu, bergelantungan manja.

Durung nepi bae? [belum sampai juga?],” kata anak tersebut. “Durung,” jawab sang ibu sambil membetulkan masker anaknya.

Ia adalah Saroh, beserta keluarganya menunggu kedatangan suami sekaligus ayah empat anaknya di Terminal 3 Bandara Soetta. Saroh datang bersama 4 anaknya, kakak laki-laki, serta saudara keponakan perempuannya.

Kendati tahu tak bisa bertemu sang suami, Saroh dan anak-anaknya tak patah arang. Ia datang ke bandara untuk mengambil barang bawaan sang suami agar nyaman menjalani isolasi.

“Kan kalau sudah datang nanti tasnya biar dibawa kita, jadi dia bawaannya sedikit, dan enggak repot kalau pulang sendiri nanti,” kata Saroh.

Saroh dan keluarga tiba di Bandara Soekarno-Hatta pukul 10.00 WIB pada Selasa (21/12). Ia menempuh perjalanan kurang lebih enam jam menggunakan mobil dari Cirebon.

Lebih dari 24 jam Saroh menunggu kedatangan pesawat dari Arab Saudi. Ia mengatakan sang suami sudah terbang dari Jeddah pada Senin (20/12) waktu Indonesia dan diperkirakan tiba pada Selasa (21/12) pagi.

Namun setelah hampir dua hari penantian, sang suami belum kunjung tiba. “Jadi katanya ada delay dari sana, dan nyampenya hari ini [Rabu],” tutur dia.

Saroh mengaku sudah 11 tahun tak bertemu dengan suaminya. Sang suami menjadi pegawai restoran di Arab Saudi sejak 2001. Sejak itu pula, sang suami tak pernah pulang. Hanya mengirimkan sejumlah uang untuk kebutuhan Saroh dan anak-anak.

“Sudah lama sekali jadi TKI di Arab, dari 2001,” kata Saroh singkat.

Saroh mengaku tak keberatan dengan kebijakan karantina untuk pekerja migran. Ia tak masalah masih harus berpisah dengan sang suami setibanya di Indonesia, asalkan dalam keadaan sehat.

“Katanya memang harus karantina di wisma, 10 hari, iya enggak apa-apa yang penting sehat saja,” ujarnya.

Tak Keberatan Karantina

Dewi (bukan nama sebenarnya) juga turut menunggu kedatangan sang anak dari Jeddah, Arab Saudi. Dewi mengaku berniat mengambil bawaan anaknya yang menjadi TKI selama 5 tahun itu.

“Iya nunggu juga, katanya jam 3 [sampai bandara],” ujarnya.

Sebelum berangkat menuju bandara, Dewi sudah mewanti-wanti sang anak untuk mencari tempat karantina. Ia khawatir setibanya di Indonesia, sang anak tak mendapat tempat karantina dan harus ‘luntang-lantung’ di bandara.

“Dikabari katanya sudah disediakan wisma, cuman gak tahu di mana,” kata Dewi.

Ia juga mengaku tak masalah jika sang anak harus melakukan karantina selama 10 hari. Menurutnya, yang terpenting anaknya datang dalam keadaan sehat dan terbebas dari Covid-19.

“Sudah bisa datang saja sudah alhamdulilah, yang penting sehat,” ujarnya.

Pemerintah menerapkan ketentuan karantina terpusat untuk pekerja migran Indonesia (PMI) selama 10 hari untuk WNI asal negara bukan transmisi Omciron, dan 14 hari untuk negara transmisi Omicron.

Tempat karantina terpusat yang disediakan pemerintah antara lain RSDC Wisma Atlet Pademangan, Rusun Nagrak, Rusun Pasar Rumput, dan berencana membuka Asrama Haji Pondok Gede.

(mln/fra)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *