3 Alasan RI Dinilai Susah ‘Move On’ dari Batu Bara Seperti China



Jakarta, Indonesia —

KTT soal perubahan iklim (COP26) di Glasgow, Skotlandia, dinilai sejumlah pihak mengecewakan karena berakhir tanpa terobosan berarti untuk menghentikan pemanasan global yang kian memburuk.

Salah satu yang menjadi kekecewaan adalah pembahasan untuk menyetop penggunaan batu bara. COP26 gagal menghentikan secara penuh batubara yang disebut sebagai biang kerok karbon penyebab pemanasan global.

Total hampir 200 negara pada Sabtu (13/11) menandatangani kesepakatan untuk mencoba menghentikan penggunaan batu bara. Namun, para ilmuwan dan pengamat lingkungan menilai kesepakatan itu dianggap belum cukup.

India dan China melemahkan keputusan akhir di dalam draf kesepakatan. Dua negara tersebut bersikeras menghapus kalimat “menghentikan” penggunaan batu bara dalam deklarasi akhir COP26 dan menjadi “mengurangi” secara bertahap.

China dan India memang yang bersikeras tak ingin langsung menghapus penggunaan batubara dalam industri mereka. Pasalnya, penggunaan energi itu dianggap masih amat diperlukan bagi industri mereka meski berbahaya bagi masalah iklim.

Indonesia, salah satu dari 5 negara pemasok batu bara terbesar di dunia, turut mendukung langkah China dan India ini.

“Pada akhirnya negara-negara pihak sepakat untuk menghentikan secara bertahap daripada menghapus batu bara,” kata Direktur Jenderal PPI KLHK selaku Ketua Delegasi Indonesia pada COP 26, Laksmi Dhewanthi, dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/11).

Sejumlah pengamat lingkungan serta aktivis pun menjabarkan sejumlah penyebab Indonesia yang sulit beralih dari energi batu bara

1. Pejabat Publik Rangkap Pebisnis Tambang Batu Bara

Aktivis lingkungan dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Merah Johansyah, mengatakan ketergantungan RI akan batu bara mengakar hingga ke ranah politik Indonesia. Sebab, banyak pejabat di Indonesia juga memiliki bisnis tambang batu bara.

“Pertama karena pemerintah Indonesia memang tidak sungguh-sungguh ingin meninggalkan energi fosil dan batu bara. Karena pemerintah Indonesia sendiri disandera oleh banyak kepentingan. Kepentingan pertama ada kepentingan politik ekonomi. Pelaku bisnis batu bara itu juga duduk sebagai para pelaku politik di Indonesia,” kata Johansyah saat diwawancara Indonesia.com, Selasa (16/11).

“Mereka memang tidak sungguh-sungguh ingin meninggalkan kecanduan terhadap energi fosil dan batu bara yang selama ini menjadi penyebab utama kerusakan lingkungan hidup di Indonesia, dan juga penyumbang utama naiknya gas rumah kaca,” tambahnya.

Selain itu, Johansyah juga menyampaikan bahwa Indonesia merupakan salah satu produsen batu bara bagi China. Ia menilai Indonesia ibarat pelayan bagi pemenuhan energi industri China.

“Indonesia ini pelayan sebenarnya, dari industri global. Ya sebenarnya Indonesia itu menyediakan dirinya untuk merusak sendiri dirinya untuk kepentingan negara lain atau kepentingan industri,” ucap Johansyah lagi.

Alasan lainnya yang menyebabkan Indonesia susah beralih ke energi hijau dapat dibaca di halaman berikutnya >>>


Pasokan Batu Bara Melimpah hingga Minim Kesiapan Masyarakat


BACA HALAMAN BERIKUTNYA



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *