Pemerintah Ajak Masyarakat Patuh Aturan, Termasuk Wajib Karantina
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengumumkan kasus pertama varian Omicron di Indonesia pada Kamis (16/12) lalu. Walaupun sebelumnya
pemerintah telah melakukan gerak cepat guna menekan kemungkinan menyebarnya varian tersebut di Indonesia, di antaranya melalui pengetatan pintu masuk dan karantina bagi pejalan dari luar negeri.
Dalam upaya membendung masuknya varian Omicron, Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satgas COVID-19, Alexander Ginting, menjelaskan bahwa pemerintah telah memperketat pintu-pintu masuk ke Indonesia, yakni di bandara, pelabuhan, serta perbatasan.
“Ini harus kita kunci, penguncian ini salah satu mekanismenya adalah dengan karantina,” kata Alex dalam Dialog Produktif dari Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB9)-KPCPEN, Kamis (23/12).
Selain itu, Alex juga menjelaskan bahwa sudah ada aturan-aturan bagaimana para pelaku perjalanan luar negeri bisa datang ke Indonesia dengan aman dan nyaman. Beberapa aturan tersebut adalah sudah divaksinasi lengkap, melakukan tes PCR dalam 3 x 24 jam, tidak dalam keadaan sakit, serta harus mau mengikuti prosedur.
Berdasarkan ketentuan Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19 No 25, diatur bahwa mahasiswa, pekerja migran, atau pegawai negeri yang kembali ke Indonesia, tempat karantina sudah disiapkan oleh pemerintah. Bagi turis dan WNA, karantina dilakukan di
hotel dengan jangka waktu 10 hari atau 14 hari jika terjadi pemburukan di masa karantina.
Alex menekankan, terdapat undang-undang terkait Karantina dan Penyakit Wabah. Karenanya dia meminta semua aturan itu dipatuhi untuk mencegah merebaknya Omicron.
“Bagi mereka yang ke luar negeri dan kembali, diharapkan untuk karantina karena ini bagian Global Health Security, hal ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menyuarakan agar semua orang patuh mengikuti aturan karantina, pemerintah akan tetap merawat dan melayani yang sedang sakit,” tegasnya.
Sementara itu di kesempatan yang sama, ahli epidemiologi Masdalina Pane menyampaikan Omicron merupakan ‘variant of concern’ kelima yang dirilis oleh WHO.
“Karena itu semua negara melakukan tindakan standar untuk menjaga pintu masuk masing-masing, upaya cegah tangkal harus dilakukan, karena di pintu masuk jauh lebih mudah untuk diintervensi daripada yang telanjur masuk ke komunitas,” ujar Masdalina.
Masdalina pun mengapresiasi tindakan pemerintah yang sudah berupaya menjaga pintu masuk sebagai langkah antisipasi.
“Tahun lalu belum ada bayangan cegah tangkal, varian Delta mengajarkan kita cegah tangkal, Omicron sebagai variant of concern sejauh ini diketahui menghasilkan gejala ringan,” ujarnya.
“Yang harus diketahui varian ini lebih banyak mengenai usia produktif yang melakukan perjalanan dari suatu negara ke negara lain, jadi Omicron lebih banyak menginfeksi usia produktif dan kondisi relatif lebih sehat, yang perlu dicegah agar tidak bertransmisi di komunitas,” bebernya.
Lebih lanjut Masdalina menambahkan bahwa sejauh ini sudah 5 negara yang telah melaporkan kematian terkait Omicron pada orang yang memiliki komorbid. Ia menyarankan untuk ‘whole genome sequencing’ dilakukan baik pada suspect dan probable. Penularan Omicron terbilang tinggi, yakni satu kasus bisa menularkan ke 10 sampai 40 orang.
“Kuncinya disiplin di pintu masuk sudah baik, 8 kasus di Indonesia masih wilayah di pintu masuk, kita cegah jangan sampai terjadi sebagai transmisi komunitas sampai dengan lini ketiga,” papar Masdalina.
Cerita lain datang dari salah satu pelaku perjalanan luar negeri yang menjalankan karantina, Renny Fernandez. Ia bercerita baru saja selesai menjalani masa karantina dari luar negeri selama 10 hari di hotel usai tiba dari Inggris.
“Berdasarkan pengalaman benar-benar terkejut dan amazing betapa ketatnya untuk bisa masuk ke Indonesia, pada bulan lalu saja di Swiss, Jerman, Italia termasuk Inggris cukup menunjukkan sertifikat vaksin sudah bisa masuk, tapi Indonesia ketat,ini bagus,” imbuh Renny.
(osc)