Polisi Akan Restorative Justice Buruh Duduki Ruang Gubernur Banten
Polda Banten akan menerapkan restorative justice atau keadilan restoratif atas kasus pendudukan buruh di ruang kerja Gubernur Banten Wahidin Halim.
Restorative Justice atau penyelesaian masalah hukum dengan para buruh dibuka oleh pihak Wahidin Halim, yang diwakilkan kuasa hukumnya, Asep Abdullah Busro.
“Restorative justice, apakah itu hendak diterapkan menurut dinamikanya, dari sisi hukum itu terbuka peluang,” kata Asep di Markas Polda Banten, Senin (27/12).
Namun, pihaknya menyerahkan penanganan masalah ini kepada penyidik Polda Banten. Apakah nantinya polisi menerapkan restorative justice atau menangani perkara ini sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam perkara ini, buruh telah meminta maaf secara terbuka kepada Gubernur Banten di Mapolda Banten. Menurut Asep, Wahidin Halim sudah memaafkan para buruh yang masuk ke ruangannya hingga menduduki kursi.
“Merespons tadi adanya permintaan maaf dari para terlapor, tersangka, tentu Pak Gubernur dalam kapasitas manusia, beliau juga memiliki rasa kemanusiaan dan sangat terbuka menerima permintaan maaf,” terangnya.
Empat orang buruh yakni AP, SH, SR dan SWP dikenakan Pasal 207 KUHP tentang secara sengaja menghina suatu kekuasaan negara di muka umum, dengan duduk di tempat kerja gubernur. Mereka terancam 18 bulan penjara, namun tidak ditahan.
Sedangkan dua lainnya, OS dan MHF, dikenakan Pasal 170 KUHP, tentang perusakan barang yang dilakukan secara bersama-sama. Keduanya terancam 5,6 tahun kurungan penjara dan saat ini ditahan.
Meski dikenakan pasal, kepolisian menyatakan siap menerapkan restorative justice. Kapolri menyatakan tindak pidana yang dapat diselesaikan dengan cara restorative justice yaitu kasus-kasus pencemaran nama baik, fitnah, atau penghinaan.
“Akan kita tindak lanjuti dalam perkembangannya, agar restorative justice ini bisa menjadi satu pilihan penegakan hukum dalam LP (laporan polisi) Pak Gubernur,” kata Kabid Humas Polda Banten AKBP Shinto Silitonga pada kesempatan yang sama.
Penerapan restorative justice akan dilakukan sesuai Peraturan Kapolri (perkap) dengan dasar memenuhi asas keadilan bagi semua pihak. Penerapan kebijakan ini akan dilanjutkan bersama pengacara Wahidin Halim.
“Komunikasi akan kita teruskan dengan kuasa hukum Pak Gubernur, sehingga mekanisme RJ yang sudah dibuka dalam konteks awal ini, mereka meminta maaf secara terbuka. Ini langkah konstruktif untuk membuka RJ ke depan,” jelasnya.
(ynd/pmg)