Musisi Tuding Tak Transparan, LMKN Klaim Royalti ‘Drop’ Akibat PPKM


Jakarta, Indonesia —

Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) mengklaim terbuka dan akuntabel usai muncul tudingan tentang tata kelola royalti lembaga tersebut.

“Soal ada pernyataan LMKN tidak transparan, tidak [benar], laporan kami setiap tahun teraudit, cuma laporan itu kita sampaikan ke pemerintah dalam hal ini,” kata Rapin Mudiardjo Kawiradji selaku Komisioner Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Hubungan Masyarakat LMKN pada Senin (27/12) di Jakarta Selatan.

“Urusan soal apakah dibuka atau tidak ke publik atau tidak itu kewenangan pemerintah, karena udang-undangnya seperti itu,” lanjutnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, LMKN berwenang menarik, menghimpun, mendistribusikan royalti penggunaan karya cipta lagu dan musik di Indonesia.

Tarifnya ditetapkan oleh Keputusan Menteri Hukum dan HAM. Sementara distribusinya dilakukan kepada para Pencipta, Pemegang Hak dan Pemilik Hak Terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

LMK merupakan lembaga nirlaba berbadan hukum yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait hanya untuk menghimpun dan mendistribusikan royalti, bukan menariknya.

UU Hak Cipta hanya mewajibkan audit keuangan dan audit kinerja oleh akuntan publik minimal satu tahun sekali dan diumumkan hasilnya kepada masyarakat melalui satu media cetak nasional dan satu media elektronik kepada LMK, bukan LMKN (Pasal 90).

Adi Adrian selaku Komisioner Bidang Kolektif Royalti dan Lisensi LMKN mengatakan bahwa aktivitas terkait penyaluran royalti kepada LMK bisa dipantau melalui website resmi LMKN.

Ia mengatakan bahwa penerimaan atau perolehan royalti musik untuk hak cipta dan hak terkait mengalami peningkatan yang sangat signifikan sejak tahun 2016.

Pada 2016, LMKN diklaim berhasil mengumpulkan royalti sebanyak Rp22 miliar. Kemudian terjadi peningkatan pada 2017 menjadi Rp36 miliar, Rp50 miliar pada 2018, dan Rp88 miliar pada 2019.

“Dari Rp88 miliar kita drop, apa boleh buat. Karaoke tutup, padahal karaoke pembayar terbanyak. 50 persen dari penerimaan kita dari karaoke, turun jadi Rp51 miliar. Itu termasuk digital, bayangkan, 2021, tidak banyak bergerak, apa lagi ada PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat),” kata Adi.

Adi menjelaskan bahwa pengumpulan royalti musik non-digital hingga pertengahan pekan lalu sebesar Rp18 miliar. Sedangkan untuk royalti digital sebesar Rp57 miliar.

Berlanjut ke halaman berikutnya…




Infografis Daftar Tarif Royalti Musik di Mal, Karaoke, hingga DiskotekInfografis Daftar Tarif Royalti Musik di Mal, Karaoke, hingga Diskotek. (Indonesia/Basith Subastian)


LMKN Persilakan Musisi Tanyakan Data Royalti ke LMK


BACA HALAMAN BERIKUTNYA



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *