Derita Penolak Tambang di Bengkulu: Rambut Rontok, Tangan Lebam



Jakarta, Indonesia —

Devi Angraini, warga Pasar Seluma, Kabupaten Seluma, Bengkulu mengungkap rambut beberapa anak mengalami kerontokan dan tangannya membiru usai ditarik oleh aparat saat aksi menolak tambang ilegal PT Faminglevto Bakti.

Devi menyebut anak-anak tersebut kini masih dalam keadaan trauma atas sikap represif aparat. Menurutnya, tindakan aparat kepada para anak ini seperti memperlakukan binatang.

“Anak-anak kami trauma dengan kejadian kemarin bu. Anak anak kami ada yang biru di sini [tangan], ada yang rambutnya putus (rontok). Kami [diperlakukan] seperti binatang bu,” kata Devi dalam konferensi pers daring, Selasa (28/12).

Tidak hanya itu, kata Devi, para ibu yang berada di lokasi pertambangan juga dipaksa untuk angkat kaki. Ia mengaku didorong paksa untuk masuk ke mobil oleh aparat.

Devi mengaku sedih atas kejadian itu. Terlebih, ia tak merasa bersalah. Ia mengaku bersama masyarakat lain hanya ingin desanya tak dirusak oleh perusahaan tambang ilegal.

“Orang orang kami ditarik tarik secara paksa seperti binatang, didorong ke mobil. Padahal kami hanya memperjuangkan desa kami,” ujarnya.

Mata Pencaharian Warga Terancam Hilang

Devi mengatakan alasan warga menolak tambang karena salah satunya terkait mata pencaharian. Ia berujar mata pencaharian warga di Pasar Seluma adalah nelayan remis.

Menurutnya, menangkap remis tidak bisa sembarangan. Remis sensitif dengan suara. Dengan aktivitas pertambangan, banyak nelayan yang kesusahan mendapatkan remis.

“Pencari remis itu satu atau dua orang lewat pas kita cari remis, remisnya ilang. apalagi dengar mesin, getarannya besar,” ujarnya.

Devi juga mengaku tak ingin remis hilang di Pasar Seluma. Ia berharap remis tetap ada sampai generasi setelahnya.

“Mami ingin remis itu ada sampai anak cucu kami nanti,” katanya.

Oleh sebab itu, kata Devi, warga Pasar Seluma banyak yang rela tinggal di tenda untuk menolak tambang ilegal. Namun, ia merasa kecewa sebab, tak ada respons dari Bupati Seluma atau pihak terkait.

“Kami cuma ingin minta tolong sama ibu, bapak tambang besi keluar dari Pasar Seluma secepatnya. Kami tidur di sana lima hari lima malam tapi tak ada respons dari bupati,” tuturnya.

“Kami hanya ingin PT itu ditutup selamanya. Pergi dari Pasar Seluma untuk selamanya. Ada enggak ada izinnya kami hanya minta kepada bupati untuk ditutup,” kata Devi.

Kabid Humas Polda Bengkulu Kombes Sudarno membantah anak buahnya melakukan kekerasan terhadap anak-anak dalam aksi tolak tambang.

“Enggak ada, karena enggak mungkin anak-anak ditarik tarik karena sesuai keterangan kapolres mereka dipindahkan ke mobil juga, tidak ditarik-tarik,” kata Sudarno kepada Indonesia.com.

“Kalau ada silakan tunjukkan buktinya. Polri terbuka masukan dalam proses pembubaran demo tersebut,” imbuh dia.

Sebelumnya, Sudarno juga menyebut bahwa mediasi antara Pemda Seluma dan masyarakat sudah dilakukan. Mediasi dilakukan mulai dari kepala desa, camat dan Pemda Seluma.

“Tapi masyarakat tetap tidak mau meninggalkan lokasi, sehingga pemda minta ke polres agar dilakukan pembubaran,” kata dia saat dikonfirmasi, Senin (27/12).

Sudarno menyangkal tuduhan adanya tindakan represif terhadap warga. Ia menyebut pembubaran dilakukan secara kondusif.

Terkait penangkapan warga dan aktivis, Sudarno mengaku belum bisa memastikan nama-nama yang ditangkap oleh kepolisian, termasuk staf Walhi.

“Pembubaran demo ibu-ibu juga dilakukan oleh Polwan dan tidak ada unsur kekerasan dalam pembubaran, situasi saat ini kondusif. Kalau nama tersebut saya belum 86,” ujarnya.

Indonesia.com menghubungi Bupati Seluma untuk mendapat keterangan ihwal kasus tambang yang ditolak oleh warga, namun yang bersangkutan tidak merespons.

(yla/fra)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *