Modus USG Gratis, Motif Nafsu
Daftar Isi
Jakarta, Indonesia —
Polisi masih terus menyelidiki kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter kandungan berinisial MSF di Garut, Jawa Barat.
MSF telah ditangkap aparat Polres Garut dan masih diperiksa secara intensif. Sejauh ini, polisi baru menemukan dua orang yang menjadi korban aksi cabul MSF.
Indonesia.com telah merangkum sejumlah fakta terbaru terkait kasus dugaan pelecehan seksual ini sebagai berikut
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Praktik di Garut Sejak 2023
Polisi mengatakan dokter kandungan berinisial MSF sudah melakukan praktik di wilayah Garut sejak 2023 lalu. Diduga, aksi pelecehan seksual itu terjadi pada rentang tahun 2023-2024.
“Dia itu praktik di Garut itu sejak Januari 2023 sampai Desember 2024. Nah di antara rentang waktu (dia melakukan perbuatannya),” kata Kasat Reskrim Polres Garut AKP Joko Prihatin kepada wartawan, Rabu (16/4).
Disampaikan Joko, saat ini pihaknya masih memeriksa intensif dokter tersebut guna mengungkap kasus ini secara tuntas.
Joko menyebut pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengusut kasus dugaan pelecehan seksual tersebut.
Iming-iming USG gratis
Dari hasil penyelidikan sementara, terungkap dokter kandungan itu mengiming-imingi USG gratis terhadap korbannya.
“Ada yang ditawari USG gratis atau layanan lainnya,” kata Kapolres Garut AKBP M Fajar Gemilang.
Fajar mengatakan layanan itu diberikan dokter tersebut di Klinik Karya Hasta Garut secara personal tanpa tercatat dalam daftar buku pasien.
“Layanan-layanan lain secara personal sehingga si korban ini tidak terdeteksi di buku resepsionis klinik itu,” ujarnya.
Masih dari pemeriksaan sementara, Fajar menyebut motif pelaku melakukan perbuatan tak senonoh itu karena hasrat seksual pada pasien.
“Motif karena nafsu. Karena beliau merasa bangkit, terangsang gitu ya, melihat dari pasien atau korban,” ucap dia.
Tak lagi praktik
Buntut kasus tersebut, dokter kandungan berinisial MSF itu kini sudah tak lagi melakukan praktik di klinik maupun rumah sakit di wilayah Garut, Jawa Barat.
Hal itu berdasarkan hasil koordinasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dengan Dinas PPPA Garut.
“Melaporkan hasil koordinasi sementara pagi ini pelaku sudah tidak praktik di Karya Harsa, Anisa Queen, maupun RSUD Malangbong,” kata Asisten Deputi Penyediaan Layanan Perempuan Korban Kekerasan KemenPPPA, Ratna Oeni Cholifah kepada wartawan.
Disampaikan Ratna, Kementerian PPPA hingga saat ini masih terus berkoordinasi dengan pihak terkait untuk penanganan kasus tersebut.
“Pihak Dinkes pun belum bisa memberikan informasi banyak, karena mau disesuaikan dulu dengan dokumen pendukung lainnya,” ujarnya
Alumni Unpad
Universitas Padjadjaran (Unpad) membenarkan MFS merupakan alumni program spesialis di Fakultas Kedokteran.
“Khusus berkaitan dengan terduga pelaku pada kasus di Garut yang videonya telah viral saat ini, hasil penelusuran identitasnya menunjukkan memang benar mengarah ke alumni program spesialis di Fakultas Kedokteran Unpad,” kata Kepala Kantor Komunikasi Publik Dandi Supriadi dalam keterangan resmi yang diterima wartawan.
Kendati demikian, Dandi menyebut kasus dugaan pelecehan seksual itu di luar kewenangan kampus. Sebab, MFS sudah lulus dari Unpad. Menurutnya, dugaan pelecehan MFS ini di luar kewenangan Unpad.
Lebih lanjut, Dandi pun menyerahkan kasus ini kepada kepolisian, institusi rumah sakit, dan organisasi profesi setempat untuk melakukan pembinaan.
Pengakuan Pasien
Salah seorang korban pelecehan seksual MFS turut buka suara. Korban mengaku pelecehan yang dilakukan dokter tersebut terjadi pada tahun 2023, saat ia mengandung anak pertamanya.
Korban yang enggan disebutkan namanya ini bukan bagian dari dua korban yang telah didata pihak berwajib. Ia mengaku belum melapor ke polisi atau pihak manapun.
“Yang aku alami, sama dengan video yang viral sekarang,” ungkapnya kepada Indonesia.com, Selasa (15/4).
Korban menceritakan setelah beberapa kali berobat, ia satu kali mendapatkan perlakuan pelecehan seksual dari dokter tersebut.
Ia kemudian mengakui tidak langsung melawan atau memberontak saat dokter tersebut melakukan pelecehan seksual. Pasalnya, ia merasa tertekan dan takut saat dokter tersebut melakukan pelecehan.
“Enggak, enggak bisa berontak soalnya takut banget, takut salah ya. Takutnya emang gitu cara periksanya. Malah aku langsung cerita dan kata suami aku juga gitu. Kayaknya itu periksanya kayak gitu masih positive thinking kita berdua itu,” ungkapnya.
Menurutnya, ia dan suaminya mempercayai dokter tersebut, karena dokter yang dimaksud merupakan spesialis Obgyn atau kandungan.
“Spesialis Obgyn apa gitu kak dia itu, makanya aku berani banget kontrol tiap bulan sama beliau,” ujarnya.
Lebih lanjut, korban berharap agar MSF mendapat hukuman yang setimpal atas perbuatannya. Sebab, perbuatan yang dilakukan MSF telah menimbulkan trauma dan berdampak pada mental para korban.
(dis/dal)