Venom The Last Dance Kena Julid Kritikus, Dinilai Tak Bermakna




Jakarta, Indonesia

Venom: The Last Dance mendapat komentar pedas kritikus film melalui berbagai ulasan di media internasional. Sebagian besar reaksi negatif itu menyoroti eksekusi Venom: The Last Dance yang kurang memuaskan.

Ulasan miring kritikus itu juga terhimpun di laman agregator Rotten Tomatoes. Per Jumat (25/10) petang, film itu hanya meraih tomatometer 36 persen dari 99 ulasan kritikus.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Angka itu lebih rendah dibanding Venom: Let There Be Carnage (2021) yang mencetak skor kritikus 57 persen. Namun, film ketiga itu sedikit lebih tinggi dibanding Venom (2018) yang mencetak 30 persen.


Meski begitu, penilaian audiens terhadap Venom: The Last Dance lebih tinggi dari penilaian kritikus. Skor audiens tersebut menorehkan 77 persen dari penilaian 500 pengguna.

Berbagai ulasan pedas itu menyoroti beragam aspek dari Venom: The Last Dance. Kritikus Soren Andersen menilai tak ada hal baru yang diangkat dalam film ketiga yang jadi penutup trilogi.

Bahkan, kritikus dari TheWrap bernama William Bibbiani menganggap Venom: The Last Dance itu bagaikan manifestasi matinya film superhero di Hollywood.

[Gambas:Video ]

“The Last Dance tidak membawa hal baru dalam saga ini. Bahkan, ini membawa lebih sedikit dibandingkan dua film sebelumnya,” tulis Soren Andersen dari Seattle Times.

“Menonton Venom: The Last Dance itu seperti menyaksikan genre superhero mati selama dua jam,” ujar Bibbiani.

Berbagai kritik itu disampaikan dengan nada yang beragam, seperti komentar Matt Singer dari ScreenCrush. Ia menilai tontonan yang apik dari film tersebut hanya berdurasi 10 menit.

Kritikus New York Times bernama Amy Nicholson juga melontarkan komentar pedas senada. Amy menilai tingkah polah Eddie dan Venom justru lebih menarik ditonton daripada menyaksikan mereka menghadapi musuh berbahaya.

“Mungkin ada 10 menit yang bagus dalam film berdurasi 109 menit ini,” ungkap Matt Singer.

“Sejujurnya, saya lebih suka menonton Eddie dan Venom bermain-main dengan topping pizza daripada bekerja sama untuk sesuatu seperti menyelamatkan planet,” ujar Nicholson.

Segelintir pujian untuk Venom 3

Meski begitu, ada pula kritikus yang mengapresiasi Venom 3. David Ehrlich, kritikus IndieWire, menilai film tersebut masih mempunyai nilai plus sebagai penghormatan terhadap dinamika hubungan Eddie dan Venom.

Liz Shannon Miller dari Consequence turut memuji chemistry Eddie dan Venom di film ketiga tersebut. Menurutnya, celetuk dan tingkah kedua karakter itu menghasilkan suguhan yang menghibur sepanjang cerita.

“Setidaknya film ini berakhir dengan suguhan penghormatan yang pedih sekaligus konyol untuk kisah cinta tentang seorang pria dan symbiote aliennya,” ujar Ehrlich.

“Semakin The Last Dance bersandar pada ide tentang ikatan Eddie dan Venom, semakin lucu pula hasilnya,” tulis Shannon Miller dari Consequence.

Venom: The Last Dance merupakan film ketiga sekaligus terakhir yang dibintangi aktor Tom Hardy bersama Chiwetel Ejiofor, Juno Temple, Rhys Ifans, Peggy Lu, Allana Ubach, hingga Stephen Graham.

Tom Hardy tidak hanya menjadi pemeran utama. Ia juga duduk di kursi penulis skenario bersama Kelly Marcel yang juga merupakan sutradara film Venom 3.

Marcel sebelumnya merupakan penulis dan produser dua film pertama Venom, yaitu Venom (2018) dan Let There Be Carnage (2021).

[Gambas:Youtube]

(frl/chri)




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *