Bagaimana Masa Depan Hamas usai Israel Bunuh Yahya Sinwar?




Jakarta, Indonesia

Israel mengumumkan pemimpin Hamas Yahya Sinwar tewas dalam operasi pasukan militer IDF di Gaza selatan, Kamis (17/10) waktu setempat.

Yahya Sinwar tewas terbunuh pasukan Israel setelah baru dua bulan lebih gantikan mendiang mantan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh yang tewas di Teheran pada Juli.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagaimana masa depan Hamas setelah dua pemimpin tertingginya tewas dibunuh Israel?

Wakil direktur program Timur Tengah di Lembaga think tank Atlantic Council, Masoud Mostajabi, mengatakan Hamas akan membingkai kematian Sinwar sebagai pahlawan.

“Khususnya di tengah laporan bahwa ia tewas dalam pakaian tempur bersama para anggotanya,” kata Mostajabi dalam situs Atlantic Council.

Salah satu pejabat Israel menduga Sinwar tewas dalam serangan pada Rabu di Jalur Gaza.

Saat itu, pasukan Israel sedang melakukan patroli rutin dan tiba-tiba berpapasan dengan tiga orang bersenjata.

Mereka lantas terlibat baku tembak hingga ketiga orang itu tewas. Salah satu anggota Israel mengaku melihat satu dari ketiga wajah orang bersenjata disebut mirip Sinwar.

Israel lantas memeriksa dan melakukan tes biometrik, sidik jari, hingga DNA. Hasil pemeriksaan mengonfirmasi salah satu yang tewas adalah Sinwar.

Meski Sinwar tewas, Most Jambi meyakini Hamas “memiliki penerus” atau calon pengganti dia.

“Pertanyaan yang mendesak sekarang adalah apakah kepemimpinan baru, dalam pemberontakan yang mengakar kuat di Gaza, akan bersedia untuk meredakan ketegangan dan bernegosiasi,” kata dia.

Sinwar ditunjuk menjadi pemimpin Hamas pada Agustus lalu usai kepala biro politik Ismail Haniyeh tewas dalam serangan yang diduga dari Israel pada Juli lalu.

Banyak pengamat menilai kenaikan Sinwar di pucuk pimpinan membuat negosiasi semakin sulit. Ia terkenal sebagai sosok yang konfrontatif menghadapi Israel dan cenderung menggunakan pendekatan militer.

Sinwar juga disebut menjadi kekuatan pendorong militer dan politik di balik keengganan Hamas menyetujui gencatan senjata dan pengembalian sandera dengan syarat apa pun yang bisa diterima Israel.

Di bawah kepemimpinan Sinwar, Hamas dan Israel tak pernah mencapai gencatan senjata atau jeda kemanusiaan.

Hamas dan Israel sempat menerapkan gencatan senjata sementara pada November 2023, di bawah pimpinan Haniyeh. Itu pun cuma beberapa hari dan hanya diperpanjang dua kali.

Peneliti senior lain di Atlantic Council Thomas Warrick juga menyinggung soal kelanjutan negosiasi gencatan senjata di Gaza.

“Mungkin akan ada waktu singkat bagi pemimpin baru Hamas untuk menyusun kesepakatan gencatan senjata bagi para sandera melalui mediator,” kata Warrick.

Jika tidak demikian, Warrick memandang Amerika Serikat dan mitranya di Arab serta Eropa harus mendorong Israel dan Palestina untuk mengesahkan pemerintahan internasional sementara untuk Gaza.

Pemerintah itu diawasi kelompok kontak internasional, yang didukung pasukan keamanan internasional.

“Untuk memastikan bahwa Hamas tidak kembali berkuasa,” imbuh dia.

(isa/bac)


[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *