Apakah Label “No Pork No Lard” Bisa Jamin Makanan Halal?

Jakarta, Indonesia —
Dalam beberapa tahun terakhir, label “No Pork No Lard” semakin sering dijumpai di berbagai restoran dan produk makanan. Sekilas, label ini memberi kesan bahwa makanan tersebut aman dikonsumsi oleh umat Muslim karena tidak mengandung daging maupun minyak babi.
Namun, apakah benar label ini berarti makanan tersebut halal? Jawabannya: belum tentu.
Menukil MUI, dalam ajaran Islam, konsep halal tidak hanya terbatas pada bahan utama seperti daging babi. Kehalalan mencakup keseluruhan rantai produksi, dari sumber bahan baku, proses pengolahan, alat yang digunakan, hingga distribusi dan penyajian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Restoran atau produk yang mencantumkan label “No Pork No Lard” memang menunjukkan bahwa tidak ada unsur babi secara eksplisit. Namun, ini tidak menjamin bahwa seluruh proses produksinya telah memenuhi standar halal.
Tanpa sertifikasi halal resmi dari lembaga berwenang seperti BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal), konsumen tetap berisiko mengonsumsi produk yang mengandung unsur non halal secara tidak sadar.
Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati mengatakan banyak pelaku usaha yang menggunakan label ini hanya sebagai informasi untuk konsumen, bukan sebagai jaminan kehalalan menyeluruh.
Sebagai contoh, restoran bisa saja menggunakan daging sapi, namun bila penyembelihannya tidak sesuai syariat Islam atau tercemar oleh alat yang tidak halal, maka status kehalalannya gugur.
Lebih jauh lagi, kehalalan juga menyentuh aspek-aspek yang mungkin tidak disadari, seperti kontaminasi alat masak, penggunaan enzim atau bahan fermentasi dari babi, dan pembersihan alat yang tidak sesuai syariat setelah digunakan untuk bahan haram.
Beberapa bahan tambahan makanan sehari-hari memiliki titik kritis yang berisiko membuat produk menjadi tidak halal, yakni:
• MSG (Monosodium Glutamate): Proses fermentasinya bisa melibatkan bahan dari hewan, termasuk babi, atau mikroba dari GMO yang tidak halal.
• Kecap: Dapat mengandung tambahan bahan seperti darah hewan atau sumsum tulang jika tidak diawasi ketat asal-usulnya.
• Minyak Goreng: Proses bleaching bisa melibatkan karbon aktif dari tulang hewan, dan vitamin A yang digunakan untuk fortifikasi kadang distabilkan dengan gelatin yang bisa bersumber dari babi.
Bahkan jika bahan utamanya halal, kontaminasi dari alat produksi seperti kuas dari bulu babi atau talenan bekas produk non-halal dapat membuat produk akhir menjadi tidak halal.
(tis/tis)