Pengamat Ungkap Perjalanan Hubungan Prabowo dan Umat Islam di RI
Jakarta, Indonesia —
Presiden Prabowo Subianto resmi memulai masa jabatannya pada 20 Oktober 2024. Di tengah dinamika politik nasional, relasi antara Prabowo dan umat Islam menjadi salah satu perhatian penting, mengingat umat Islam merupakan mayoritas penduduk Indonesia, sekitar 86 persen dari total populasi.
Pemimpin AQL Islamic Center, Bachtiar Nasir, mengungkapkan pandangannya bahwa TNI dan umat Islam merupakan dua kekuatan nasional yang telah membuktikan kemampuannya dalam menjaga kesatuan dan persatuan Indonesia.
“Ini tidak berarti mengecilkan peran pihak lain yang juga memiliki kontribusi bagi perjalanan sejarah Indonesia. Tapi, peran TNI dan umat Islam dalam perjalanan bangsa ini cukup menonjol, terutama ketika menghadapi gerakan komunisme 1948 dan 1965,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (26/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menekankan bahwa sejarah TNI sendiri tidak terlepas dari peran laskar ulama dan santri, yang menjadi cikal bakal Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sebelum bertransformasi menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sebagai mantan perwira tinggi TNI, Prabowo dipercaya memahami peran penting umat Islam dalam menjaga kedaulatan negara.
Kedekatan Prabowo dengan umat Islam terlihat dari beberapa aspek. Pertama, dukungan tokoh-tokoh Islam yang cukup militan pada Pilpres 2014 dan 2019. Meskipun pada Pilpres 2024 dukungan umat Islam terbagi, kontribusinya tetap signifikan bagi kemenangan Prabowo.
Kedua, strategi inklusif Prabowo setelah dilantik dengan merangkul berbagai kelompok termasuk semua partai politik dan komunitas Muslim. Pendekatan ini tampaknya berkontribusi pada stabilitas politik di awal kepemimpinannya, dengan sedikit kegaduhan kecuali proses hukum terhadap kasus korupsi besar.
Ketiga, sikap tegas Prabowo mendukung Palestina melalui upaya diplomasi untuk kemerdekaan Palestina dinilai sebagai bentuk keberpihakan pada isu yang penting bagi umat Islam. Meskipun aspek kemanusiaan menjadi fokus utama, posisi Indonesia dalam konflik global ini menunjukkan ketegasan di tengah berbagai kepentingan internasional, termasuk Amerika Serikat.
Nasir menekankan, stabilitas nasional yang menjadi syarat mutlak dan pondasi dalam membangun masa depan bangsa tidak akan bisa diwujudkan dengan efektif tanpa melibatkan semua pihak sebagai bagian penting bagi kekuatan nasional.
“Strategi merangkul bukan memukul jauh akan lebih taktis dan efektif bagi pemimpin dalam mengelola stabilitas negara ini. Nampaknya, strategi ini yang dipilih oleh Prabowo,” tegas dia.
Ia menambahkan, dengan pendekatan ini, semua pihak memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam menentukan arah masa depan Indonesia.
Strategi ini menjadi penting karena stabilitas nasional, yang merupakan syarat dasar pembangunan, sulit dicapai tanpa melibatkan umat Islam sebagai komponen signifikan dalam kekuatan nasional.
(rir)