Jakarta, Indonesia —
Pakistan meluncurkan Operasi Bunyanun Marsoos ke sejumlah wilayah India, Sabtu (10/5), usai New Delhi menyerang tiga pangkalan udara Islamabad.
Operasi itu menargetkan sejumlah situs penting India, salah satunya situs rudal BrahMos dan sistem pertahanan udara S-400.
Tak lama setelah India menembakkan rudal ke tiga pangkalan udara Pakistan, Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif memanggil Otoritas Komando Nasional (NCA) dan menggelar pertemuan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
NCA adalah badan yang bertugas mengambil keputusan terkait keamanan nasional, termasuk penggunaan senjata nuklir Pakistan.
Ketegangan India dan Pakistan yang meningkat pasca serangan kelompok militan di Kashmir pada 22 April lalu telah membuat publik was-was akan potensi meletusnya perang nuklir. Pasalnya, kedua negara sama-sama memiliki senjata nuklir.
Serangan pada 22 April sendiri menewaskan 26 orang, mayoritas asal India. India menuding Pakistan terlibat di balik serangan militan, namun Pakistan membantah.
Pada Rabu (7/5), India pun meluncurkan Operasi Sindoor sebagai respons atas serangan 22 April. Kedua negara kini semakin dekat dengan peperangan, yang dikhawatirkan menggunakan senjata nuklir.
Di saat ketegangan India dan Pakistan yang terus meningkat dan memanas, mungkinkah kedua negara bertetangga yang sama-sama memiliki senjata nuklir ini menggunakan senjata pemusnah massal dalam konflik kali ini?
India pertama kali melakukan uji coba nuklir pada Mei 1974 dan melakukan uji coba hulu ledak nuklir pada Mei 1998, sebelum akhirnya diakui sebagai negara berteknologi nuklir oleh Amerika Serikat pada Juli 2005.
Pada waktu yang berdekatan, Pakistan diam-diam ikut mengembangkan senjata nuklir, hingga pada akhir 1980-an sejumlah sumber menyatakan Islamabad telah memiliki kemampuan senjata nuklir.
India dan Pakistan sejak itu terus berlomba mengembangkan senjata nuklir sampai-sampai menghabiskan biaya miliaran dolar.
Saat ini, India diperkirakan telah memiliki lebih dari 180 hulu ledak nuklir. Sementara itu, Pakistan dipercaya memiliki lebih dari 170 hulu ledak nuklir.
Bagaimana doktrin serta “syarat” India dan Pakistan dalam menggunakan senjata nuklirnya? Baca di halaman berikutnya >>>
Bagaimana doktrin nuklir India?
Dilansir dari Al Jazeera, India menerbitkan doktrin nuklir pertama kali pada 2003 yang hingga kini belum direvisi.
Doktrin itu berisi empat prinsip, yakni no first use (NFU), pencegahan minimum yang kredibel, balasan besar-besaran, dan pengecualian untuk senjata biologis atau kimia.
No first use artinya India tidak akan menjadi yang pertama meluncurkan serangan nuklir. New Delhi hanya akan membalas dengan senjata nuklir jika mereka terkena serangan nuklir.
Prinsip pertama ini berlaku baik itu di India maupun terhadap pasukan India di wilayah asing. Pada prinsip ini, India juga berkomitmen untuk tidak menggunakan senjata nuklir terhadap negara-negara non-nuklir.
Prinsip kedua, yakni pencegahan minimum yang kredibel. Artinya, senjata nuklir India dimaksudkan terutama untuk mencegah negara lain melancarkan serangan nuklir ke India.
India berpendapat bahwa persenjataan nuklirnya adalah asuransi terhadap serangan macam itu. Hal ini menjadi salah satu alasan New Delhi bukan penandatangan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT), karena India merasa NPT tidak mampu mencegah negara lain berhenti mengembangkan program nuklir, yang dapat membahayakan keamanan nasional India.
Prinsip ketiga, yaitu balasan besar-besaran. Prinsip ini bertumpu pada skala balasan India untuk menimbulkan kehancuran dan kerusakan sehingga kemampuan militer musuh betul-betul musnah.
Prinsip keempat, sementara itu, merupakan pengecualian terhadap prinsip pertama, yakni bahwa India boleh menyerang lebih dulu jika negaranya atau pasukan militernya di luar negeri ditargetkan dengan senjata biologis atau kimia.
Apa kebijakan nuklir Pakistan?
Doktrin nuklir Pakistan, di sisi lain, tak begitu jelas karena Islamabad tidak pernah secara resmi merilis pernyataan mengenai kebijakan penggunaan senjata nuklir mereka.
Ini akan memberikan Pakistan fleksibilitas untuk mengerahkan senjata nuklir dalam tahapan konflik apa pun, seperti yang kerap diancam Islamabad selama ini.
Meski tak ada kebijakan resmi, pada 2001, Letnan Jenderal (Purn.) Khalid Ahmed Kidwai, yang dianggap sebagai ahli strategi penting yang terlibat dalam kebijakan nuklir Pakistan, menetapkan empat “garis merah” yang dapat mendorong Pakistan mengerahkan senjata nuklir.
Empat hal itu antara lain hilangnya sebagian besar wilayah Pakistan; hancurnya atau diserangnya angkatan udara maupun darat Pakistan; tindakan musuh yang dinilai mencekik perekonomian Pakistan; serta adanya tindakan yang mengarah pada destabilisasi politik atau ketidakharmonisan internal skala besar.
Lantas, mungkinkah kedua negara perang nuklir?
Menteri Pertahanan India Rajnath Singh pada 2019 mengatakan bahwa India sejauh ini mematuhi secara ketat kebijakan NFU. Namun demikian, kebijakan ini dapat berubah tergantung situasi.
“Apa yang terjadi di masa depan tergantung pada keadaan,” kata Singh.
Pengamat Lora Saalman menyebut sikap India ini seperti pedang bermata dua. Sebab, ‘keadaan’ yang tak didefinsikan ini sama saja dengan tak ada kejelasan soal garis merah, sehingga bisa saja musuh tanpa sengaja melewati batas dan memicu respons nuklir.
Kondisi yang lebih buruk bahkan ada di pihak Pakistan saat ini. Pakistan beberapa tahun belakangan terus menegaskan tak punya prinsip NFU dalam doktrin nuklir sehingga bukan tidak mungkin Pakistan yang meluncurkan serangan nuklir lebih dulu.
Sejak 2011, Pakistan mengembangkan serangkaian senjata nuklir taktis (TNW). TNW adalah senjata nuklir jarak pendek yang dirancang untuk serangan yang lebih terkendali dan dimaksudkan untuk digunakan di medan perang tanpa menyebabkan kehancuran yang meluas.
Menurut para ahli, TNW memiliki hasil eksplosif hingga 300 kiloton atau 20 kali lipat dari bom yang menghancurkan Hiroshima. Ledakan semacam itu tidak hanya bisa menjadi bencana, tetapi juga bisa sangat berdampak pada populasi Pakistan sendiri.
Pada 2015, Menteri Luar Negeri saat itu Aizaz Chaudhry mengatakan TNW bisa digunakan dalam konflik dengan India di masa depan.