Ratusan Anak-Remaja di Singapura Ditangkap Imbas Kejahatan Seksual
Jakarta, Indonesia —
Kepolisian Singapura menangkap lebih dari 460 remaja sepanjang 2024 karena terlibat kejahatan seksual, meningkat 30 persen dibandingkan 2023.
Mengutip Straits Times, Sabtu (10/5), dari ratusan remaja yang ditangkap, penetrasi seksual terhadap anak-anak menjadi pelanggaran yang paling umum.
Salah satu faktor penyebab yang teridentifikasi adalah paparan dini terhadap pornografi yang memengaruhi pemahaman remaja tentang hubungan yang sehat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan penjelasan Kementerian Dalam Negeri (Ministry of Home Affairs/MHA) Singapura, banyak remaja yang tidak dapat mengelola dorongan seksual mereka setelah terpapar materi pornografi, baik secara langsung maupun online.
Salah satu kasus yang mencolok terjadi pada seorang anak laki-laki berusia 17 tahun yang namanya tak diungkap. Ketika berusia 14 tahun, ia merekam teman-teman perempuannya tanpa izin di sekolah, dan kemudian ditangkap atas tuduhan pelanggaran privasi dan voyeurisme.
Meskipun kini anak tersebut telah menjalani terapi dan mendapatkan dukungan keluarga, kasus ini menggambarkan kurangnya pemahaman anak di Singapura tentang dampak tindakannya terhadap orang lain.
“Dia tidak berniat untuk merugikan, melainkan hanya meniru yang dia lihat di internet,” kata Gopal Mahey, seorang konselor senior di Pusat Psikoterapi.
Kepolisian mencatat sebagian besar korban dari kejahatan seksual ini mengenal pelaku.
Menurut Gopal Mahey, masalah utama yang dihadapi remaja saat ini adalah paparan konten pornografi yang sering kali tidak mencerminkan rasa saling menghormati atau persetujuan.
Banyak remaja yang mengakses pornografi tanpa pemahaman yang memadai tentang konsekuensi dan dampak negatifnya, yang berpotensi menyebabkan distorsi persepsi tentang hubungan seksual.
Dr. John Shepherd Lim, kepala bagian kesejahteraan di Singapore Counselling Centre, menekankan pentingnya pengawasan orang tua terhadap akses anak ke internet, serta membangun kepercayaan diri sejak dini agar remaja merasa nyaman untuk berbicara tentang masalah seksual yang mereka hadapi.
Seiring meningkatnya jumlah kasus ini, MHA dan para profesional sepakat bahwa peran orang tua, guru, dan konselor sangat penting dalam memberikan bimbingan yang tepat agar anak terhindar dari kejahatan seksual.
(lid/vws)