28 Ribu Warga Afghanistan Minta Izin Masuk AS, Hanya 100 Diterima



Jakarta, Indonesia —

Sejumlah pejabat Amerika Serikat mengatakan sekitar 28 ribu warga Afghanistan mengajukan izin masuk ke Negeri Paman Sam, tapi hanya 100 orang yang diterima.

Jumlah pengajuan itu terhitung dari periode menjelang Taliban mengambil alih kekuasaan di Afghanistan pada pertengahan Agustus lalu. Warga Afghanistan itu mengajukan izin mengikuti program pembebasan bersyarat.

Sebagaimana dilansir Associated Press, program itu bukan untuk suaka atau status imigran. Program ini khusus untuk warga asing yang harus keluar dari negaranya demi keamanan.

Namun, jalur ini berbeda dengan evakuasi warga Afghanistan yang membantu operasi Amerika Serikat selama 20 tahun belakangan.

Program ini biasanya menerima kurang dari 2.000 pengajuan per tahun dari seluruh dunia. Dari jumlah itu, Layanan Kewarganegaraan dan Imigrasi AS (USCIS) menyetujui rata-rata sekitar 500 permohonan.

Dengan lonjakan belakangan ini, USCIS mengaku sangat sibuk. Namun, mereka berjanji akan membereskan tumpukan pengajuan warga Afghanistan tersebut.

Juru Bicara USCIS, Victoria Palmer, mengatakan bahwa lembaganya telah menambah 44 pekerja untuk membantu mengatasi lonjakan pelamar.

Menurut Palmer, salah satu tantangan dari proses pengajuan program tersebut yakni wawancara secara langsung. Artinya, warga Afghanistan harus menempuh perjalanan panjang ke kantor kedutaan AS atau konsulat untuk skrining.

Pejabat AS memperingatkan hal itu akan memakan waktu lama, dan tak ada jaminan pengajuan bisa diterima meskipun sudah melalui tahap wawancara.

Sejumlah warga Afghanistan di AS mengeluh karena proses persetujuan yang lamban membuat keselamatan keluarga mereka di Afghanistan tak menentu.

“Kami khawatir dengan hidup mereka,” kata salah satu warga Afghanistan di Massachusetts yang mengikuti program pembebasan bersyarat, Safi.

Ia lalu melanjutkan, “Kadang, saya pikir suatu hari saat saya bangun dan menerima telepon bahwa mereka (keluarga) tak ada lagi.”

Safi berharap bisa membawa adik, paman, dan keluarga saat terbang ke AS. Namun, kenyataannya tidak demikian.

Keluarga Safi kini masih bersembunyi di suatu tempat demi keamanan. Rumah mereka hancur dalam insiden pengeboman baru-baru ini lantaran sang paman merupakan pejabat lokal di pemerintahan sebelumnya.

Chiara St. Pierre, seorang pengacara di badan pengungsi di Institut Internasional New England di Lowell, Massachusetts, mengatakan bahwa persetujuan yang lambat membuat orang-orang merasa frustrasi sebab mereka sudah membayar mahal.

[Gambas:Video ]

Setiap pengajuan pembebasan bersyarat dikenai biaya US$575 atau setara Rp8,1 juta. Selama beberapa bulan, lembaga itu mendapat sekitar US$11,5 juta.

“Orang-orang putus asa menunggu keluarga mereka keluar (dari Afghanistan). Apakah kita tak berutang kewajiban kepada orang yang ditinggalkan?” ujar Pieter yang membantu pengisian lebih dari 50 pengajuan untuk warga Kabul.

Sunil Varghese, salah satu pengacara dari lembaga pengungsi, Proyek Bantuan Pengungsi Internasional mengatakan, seharusnya pemerintahan Joe Biden fokus menerima pengajuan perempuan, anak perempuan, kelompok LGBT, dan kelompok minoritas.

(isa/has)




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *