Homo Erectus Berusia 140 Ribu Tahun DItemukan di Selat Madura
Jakarta, Indonesia —
Tim arkeolog dari Universitas Leidan menemukan sisa-sisa fosil Homo erectus berusia 140 ribu tahun di dasar laut Selat Madura yang memberikan gambaran Sundaland.
Mereka melakukan operasi pengerukan di Selat Madura dan menemukan peninggalan fosil dari 36 spesies vertebrata. Ini merupakan temuan pertama fosil vertebrata di dasar laut Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wilayah Indonesia dulunya adalah bagian dari Sundaland, sebuah area dataran yang luas.
Di antara puluhan temuan tersebut terdapat dua fragmen tengkorak Homo erectus. Secara keseluruhan, temuan ini memberikan gambaran tentang ekosistem prasejarah dan posisi Homo erectus dalam ekosistem tersebut
Homo erectus sebelumnya telah ditemukan di beberapa lokasi di Pulau Jawa, seperti Trinil, Sangiran, dan Ngandong. Sebelum temuan terbaru ini, para peneliti menganggap Homo erectus hidup terisolasi di Jawa selama ratusan ribu tahun.
Namun, temuan terbaru ini menunjukkan Homo erectus menyebar di dataran rendah di luar Jawa, selama periode saat permukaan laut berada pada titik rendah. Populasi ini kemungkinan mengikuti jalur pinggir sungai besar.
“Di jalur pinggir sungai itu, mereka mendapatkan air, kerang, ikan, buah, dan biji-bijian sepanjang tahun. Sudah diketahui bahwa Homo erectus mengumpulkan kerang sungai. Di antara peninggalan fosil yang baru, kami juga menemukan bekas potongan tulang kura-kura dan banyak patahan tulang sapi, yang menunjukkan adanya perburuan dan konsumsi sumsum tulang,” kata peneliti dari Universitas Leiden di Belanda, Harold Berghuis dalam sebuah keterangan, Selasa (22/5).
Temuan ini juga menunjukkan bahwa Homo erectus di Sundaland berburu hewan-hewan yang sehat dan kuat secara aktif.
“Cara hidup seperti ini tidak kami ketahui sebelumnya pada populasi Homo erectus di Jawa, tetapi kami mengenalinya pada populasi jenis-jenis manusia yang lebih modern di benua Asia. Mungkin, Homo erectus meniru praktik ini dari mereka. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya kontak antara kelompok-kelompok itu, atau bahkan terjadi percampuran genetik,” tutur Berghuis.
Berghuis menyebut Sundaland telah dipelajari secara detail selama lima tahun terakhir. Namun, hanya beberapa temuan paling menarik yang dipublikasikan, seperti fosil hominin.
Dalam penelitian terbaru ini, kata Berghuis, para peneliti mempublikasikan 3 artikel yang luas dengan aneka ilustrasi. Melalui media tersebut, mereka ingin menyajikan gambaran Sundaland 140 ribu tahun yang lalu.
Penelitian ini dilakukan oleh para peneliti dari Universitas Leiden dalam kerja sama dengan tim pakar dari Indonesia, Australia, Jerman, dan Jepang. Hasilnya telah dipublikasikan pekan ini dalam jurnal ‘Quaternary Environments and Humans’. Koleksi fosil tersebut kini disimpan di Museum Geologi, Bandung.
|
Sekilas Sundaland
Wilayah yang kini dikenal sebagai Kepulauan Indonesia dulunya adalah dataran yang sangat luas, dalam kondisi permukaan laut yang rendah. Pulau-pulau saat ini ada merupakan puncak-puncak bukit dari dataran tersebut.
“Kami menyebut daerah ini Sundaland. Homo erectus menyebar melalui daratan ini dari Asia ke Jawa,” terang Berghuis.
Berghuis mengatakan sebagian besar Sundaland kini telah tenggelam, membentuk Laut Jawa, Laut Cina Selatan, dan Selat Madura. Hingga saat ini, fosil belum pernah ditemukan di wilayah-wilayah tersebut.
“Hal ini membuat temuan kami benar-benar unik. Fosil-fosil tersebut berasal dari lembah sungai yang tenggelam, yang seiring waktu telah terisi dengan pasir sungai. Kami telah memastikan umur material tersebut sekitar 140 ribu tahun lalu,” tutur Berghuis.
“Itu adalah periode glasial terakhir. Sebagian besar belahan bumi utara ditutupi oleh gletser, dan karena begitu banyak air tersimpan dalam lapisan es, permukaan laut global saat itu 100 meter lebih rendah dari sekarang,” lanjutnya.
Sundaland di masa tersebut menyerupai sabana Afrika saat ini dengan padang rumput yang kering, hamparan hutan kecil di sepanjang sungai-sungai besar, serta kaya akan fauna. Fauna seperti gajah, sapi, badak, hingga buaya tinggal di wilayah tersebut.
“Sebagian besar spesies ini kini telah punah, sementara yang lain adalah nenek moyang spesies yang masih bertahan, meskipun sangat terancam. Kuda nil Asia telah punah. Biawak Komodo kini hanya ditemukan di Pulau Komodo dan Flores. Hiu sungai sekarang sangat langka di sungai besar India dan Thailand,” jelas Berghuis.
Namun, semua hewan ini berkembang pesat di masa lalu di Sundaland. Pengetahuan ini penting untuk memahami keanekaragaman ekosistem di Asia Tenggara,” pungkasnya.
(lom/dmi)