Jakarta, Indonesia —
Kehamilan adalah momen yang sarat harapan dan kebahagiaan. Namun dibalik itu, ada banyak hal yang perlu diwaspadai untuk menjaga keselamatan ibu dan janin salah satunya preeklamsia. Dengan deteksi dini preeklamsia, kondisi ini bisa dicegah.
Salah satu komplikasi paling berbahaya namun kerap luput dari perhatian adalah preeklamsia. Kondisi serius ini dapat mengancam nyawa jika tidak ditangani dengan baik.
Oleh karenanya, pemeriksaan prenatal pun tak bisa disepelekan bagi para ibu hamil, terutama yang berisiko mengalami preeklamsia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa itu preeklamsia?
Mengutip Mayo Clinic, preeklamsia adalah komplikasi kehamilan yang biasanya muncul setelah usia kehamilan 20 minggu. Biasanya ditandai dengan tekanan darah tinggi dan munculnya protein dalam urine (proteinuria), sebagai tanda kerusakan ginjal.
Tidak hanya itu, preeklamsia juga bisa berdampak pada organ lain seperti hati, otak, dan sistem peredaran darah.
Jika tidak ditangani, preeklamsia dapat berkembang menjadi eklamsia, kondisi yang lebih parah dan ditandai dengan kejang. Dalam banyak kasus, satu-satunya jalan keluar untuk menyelamatkan ibu dan bayi adalah melalui persalinan lebih awal.
Oleh karena itu, deteksi awal sangat diperlukan salah satunya dengan melakukan pemeriksaan prenatal.
Mengapa pemeriksaan prenatal menjadi penting?
Pemeriksaan prenatal secara rutin adalah langkah utama untuk mendeteksi dan menangani preeklamsia sedini mungkin. Melalui kunjungan berkala ke dokter, ibu hamil akan menjalani:
- Pemeriksaan tekanan darah secara rutin
Preeklamsia bisa berkembang tanpa gejala, sehingga hanya bisa diketahui melalui pemantauan tekanan darah.
- Tes urine untuk deteksi proteinuria
Kadar protein dalam urine menjadi salah satu tanda awal gangguan fungsi ginjal akibat preeklamsia.
- Pemeriksaan berat badan dan pembengkakan
Kenaikan berat badan yang drastis dan bengkak di tangan atau wajah bisa menjadi tanda preeklamsia.
- Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal melalui darah
Ini dilakukan bila ada dugaan preeklamsia berat, untuk menentukan langkah penanganan lebih lanjut.
Dokter spesialis fetomaternal dari Women’s Health Center Bethsaida Hopsital Reza Tigor Manurung menekankan bahwa diagnosis prenatal bukan semata untuk mencari masalah tetapi, untuk memberi waktu bagi orang tua dan dokter dalam membuat rencana terbaik.
“Diagnosis prenatal bukan hanya tentang mendeteksi masalah, tapi tentang memberi calon orang tua kesempatan untuk merencanakan yang terbaik bagi masa depan anak dan kesehatan ibu hamil,” kata Reza dalam keterangan yang diterima Indonesia.com, Senin (19/5).
Menurutnya, pemeriksaan prenatal bukan sekadar formalitas tapi, investasi nyata demi keselamatan dua nyawa yakni ibu dan bayi.
![Blokade Listrik Israel Ancam Nyawa Bayi Gaza yang Lahir Prematur A premature Palestinian baby lies in an incubator at the maternity ward of Shifa Hospital, which according to health officials is about to shut down as it runs out of fuel and power, as the conflict between Israel and the Palestinian Islamist group Hamas continues, in Gaza City October 22, 2023. REUTERS/Mohammed Al-Masri]() Ilustrasi. Deteksi dini preeklamsia dapat mencegah eklamsia. Jalan satu-satunya menyelamatkan ibu dan bayi dalam kondisi ini adalah dengan persalinan dini. (REUTERS/STRINGER)
|
Preeklamsia sendiri merupakan ancaman nyata yang dapat dicegah dan ditangani bila dideteksi sejak dini, salah satunya melalui pemeriksaan prenatal dan pemeriksaan rutin ke dokter.
Dengan pemeriksaan ini, kondisi preeklamsia dan kondisi kesehatan lainnya bisa dikenali sejak awal dan bisa dikelola secara medis. Hal ini termasuk dengan penggunaan obat penurun tekanan darah, bed rest, atau perencanaan persalinan dini yang aman.
Faktor risiko preeklamsia
Tidak semua ibu hamil memiliki risiko yang sama. Berbagai penelitian menyebut, risiko preeklamsia meningkat pada:
- Ibu dengan riwayat preeklamsia sebelumnya
- Kehamilan pertama
- Ibu dengan usia di bawah 20 tahun atau di atas 35 tahun
- Kehamilan kembar
- Ibu dengan riwayat tekanan darah tinggi kronis, diabetes, atau gangguan ginjal
- Ada riwayat keluarga yang mengalami preeklamsia
Jika Anda termasuk kelompok risiko, pemeriksaan prenatal tidak hanya penting, tapi esensial. Banyak calon orang tua beranggapan bahwa pemeriksaan prenatal hanya sebatas USG untuk melihat perkembangan janin.
“Padahal, prenatal care mencakup serangkaian pemeriksaan medis, konseling, hingga tes skrining dan diagnostik yang dapat mengungkap berbagai kondisi, termasuk preeklamsia dan kelainan janin,” kata Reza.
Beberapa pemeriksaan penting meliputi,
- Tes tekanan darah dan urine rutin (setiap kontrol kehamilan);
- tes darah untuk melihat fungsi hati, ginjal, dan jumlah trombosit;
- Ultrasonografi (USG) Doppler untuk memeriksa aliran darah di plasenta;
- Non-Invasive Prenatal Testing (NIPT) untuk mendeteksi risiko kelainan kromosom; dan
- tes skrining trimester pertama dan kedua.
Tak hanya terjadi saat hamil
Perlu diketahui bahwa preeklamsia juga bisa terjadi setelah melahirkan yang dikenal sebagai postpartum preeclampsia. Gejalanya mirip, dan bisa muncul dalam beberapa hari hingga minggu setelah persalinan. Karena itu, pemeriksaan pasca-persalinan juga tak kalah penting.
Tanpa deteksi dan penanganan yang tepat, preeklamsia bisa menimbulkan risiko serius. Untuk ibu, bisa mengalami stroke, gangguan ginjal atau hati, gangguan pembekuan darah, hingga kematian.
Sementara untuk janin, akan mengalami pertumbuhan lambat (IUGR), prematuritas, gangguan pernapasan, hingga risiko kematian janin
“Langkah paling bijak yang bisa diambil oleh ibu hamil adalah tidak melewatkan satupun jadwal kontrol kehamilan,” imbuh Reza.