Inggris Kaji Kebiri Kimia Diwajibkan bagi Pelaku Kejahatan Seksual




Jakarta, Indonesia

Pemerintah Inggris tengah mempertimbangkan untuk memberlakukan kebiri kimia secara wajib bagi pelaku kejahatan seksual tertentu.

Langkah ini bertujuan menekan angka pelanggaran berulang sekaligus mengurangi tekanan terhadap kapasitas penjara yang kian penuh.

Kebijakan ini akan menjadi perluasan dari skema percontohan yang dimulai pada 2022 di beberapa penjara di wilayah barat daya Inggris, di mana obat penekan gairah seksual diberikan secara sukarela kepada narapidana.



ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebuah tinjauan independen yang dipimpin oleh mantan Menteri Kehakiman Inggris David Gauke memperkirakan Negeri Abadi itu akan mengalami kekurangan hampir 9.800 tempat di lembaga pemasyarakatan pada awal 2028.

Salah satu rekomendasi dalam laporan tersebut adalah memperluas penggunaan obat penekan libido untuk menurunkan tingkat residivisme atau pelanggaran ulang.

“Tinjauan ini merekomendasikan agar uji coba penggunaan obat penekan gairah seksual bermasalah dilanjutkan,” kata Menteri Kehakiman Inggris Shabana Mahmood dalam pernyataannya di hadapan parlemen, Kamis (23/5), melansir AFP.

“Saya akan melangkah lebih jauh dengan menerapkan program nasional, dimulai di dua wilayah yang mencakup 20 penjara. Dan saya sedang menjajaki kemungkinan untuk menjadikannya kebijakan wajib,” imbuhnya.

Mahmood menegaskan terapi psikologis tetap menjadi bagian penting dari proses pemulihan, terutama bagi pelaku yang motivasinya bukan semata dorongan seksual, melainkan karena keinginan untuk mengontrol dan berkuasa.

Juru bicara Perdana Menteri Inggris Keir Starmer juga menyatakan dukungannya terhadap perluasan program ini.

“Bukti ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan penekan kimia bisa efektif dalam menangani pelaku berbahaya. Karena itu, pemerintah memperluas penggunaannya,” ujarnya.

Per 31 Maret 2025, terdapat 14.863 narapidana yang sedang menjalani hukuman atas kejahatan seksual di Inggris dan Wales, setara dengan sekitar 21 persen dari seluruh populasi penjara dewasa.

Sementara itu, 34 persen dari narapidana merupakan pelaku kekerasan terhadap orang lain.

Penggunaan kebiri kimia sebagai bagian dari penegakan hukum bukan hal baru. Beberapa negara seperti Polandia, Rusia, Korea Selatan, Latvia, Denmark, dan Jerman telah menerapkan kebijakan serupa, begitu pula sejumlah negara bagian di Amerika Serikat.

Di California, misalnya, pelaku kejahatan seksual kedua terhadap anak di bawah usia 13 tahun diwajibkan menjalani kebiri kimia sebelum dibebaskan.

Selain usulan kebiri kimia, laporan tinjauan juga mendorong pembentukan pengadilan khusus untuk kekerasan dalam rumah tangga, perluasan penggunaan alat pelacak elektronik bagi pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan, serta peningkatan pelatihan hukum dalam menangani kekerasan berbasis gender.

Namun, rencana ini tak lepas dari kritik. Pia Sinha, Direktur Eksekutif LSM Prison Reform Trust, menyatakan pemberian perawatan medis secara paksa menimbulkan dilema etis yang serius.

“Langkah ini dapat menempatkan tenaga medis dalam posisi yang sangat sulit,” ujarnya.

Sementara itu, pengacara pidana Marcus Johnstone menilai kebijakan ini tidak akan efektif jika tidak dibarengi dengan investasi pada konseling dan dukungan psikologis.

“Tanpa pendanaan yang memadai untuk rehabilitasi, kebiri kimia tidak akan menyelesaikan masalah dalam jangka panjang,” katanya.

(del/sfr)




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *