PBNU Soroti ‘Suka Sama Suka’ di Permendikbud PPKS, Nadiem Menampung
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatulama (PBNU) Said Aqil Siraj menyatakan akan mendukung langkah penyempurnaan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Namun, Said mengkritisi penafsiran ‘suka sama suka’ dalam aturan tersebut. Hal itu disampaikan saat menerima kunjungan dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim di Gedung PBNU Jakarta Pusat, Senin (22/11).
“Mengenai Permendikbud PPKS pada dasarnya kami (NU) mendukung itu. Hanya saja ada beberapa poin yang perlu direvisi supaya betul-betul berkualitas untuk membangun bangsa yang beradab sesuai sila nomor satu dalam pancasila,” kata Said dalam keterangan resminya di situs resmi NU dikutip Selasa (23/11).
Said menjelaskan ada beberapa poin dan pasal yang menjadikan peraturan tersebut masih lemah. Ia menyarankan Nadiem untuk memperbaikinya.
Said menjelaskan bahwa larangan kejahatan seksual menurut norma Pancasila harus berpedoman pada nilai agama atau suatu kepercayaan, bukan atas dasar suka sama suka.
“Karena kekerasan seksual dengan atau tanpa rasa suka sama suka dalam norma agama itu dilarang. Apalagi hubungan seksual di luar pernikahan apapun alasannya agama tidak membenarkan itu. Semua agama,” kata Said.
|
Merespons itu, Nadiem mengatakan bahwa pihaknya berkomitmen menampung setiap masukan dalam perbaikan aturan yang telah ia teken itu. Ia berterima kasih kepada PBNU yang telah berkenan menyampaikan aspirasi serta memberikan rekomendasi untuk menyempurnakannya.
“Alhamdulillah. Saya mengapresiasi dan berterima kasih atas dukungan dan masukan dari PBNU terhadap peraturan ini. Walaupun dengan sedikit catatan, saya berkomitmen menampung itu,” kata Nadiem.
Aturan yang diterbitkan Nadiem pada 31 Agustus 2021 lalu itu menuai kontroversi sampai saat ini. Ada beberapa pihak memprotes sejumlah poin dalam aturan tersebut.
Salah satunya kritik datang dari Muhammadiyah. Mereka menilai aturan tersebut memiliki masalah dari sisi formil dan materiil.
Muhammadiyah menyebut pasal 5 dalam permendikbud bisa bermakna legalisasi seks bebas di kampus. Namun, Kemendikbudristek sudah membantahnya. Kemendikbudristek menilai aturan tersebut tak melegalkan kegiatan seks bebas di kampus.
Pada pasal 5 Permendikbudristek tertulis:
Rumusan norma kekerasan seksual yang diatur dalam Pasal 5 aturan dianggap menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan. Sebab, dalam pasal tersebut dijelaskan kekerasan seksual mencakup hal-hal yang dilakukan ‘tanpa persetujuan’.
Frasa ‘tanpa persetujuan’ ini menuai protes lantaran frasa tersebut bisa ditafsirkan melegalkan zina jika kedua belah pihak saling menyetujui tindakan seksual.
(rzr/pmg)