Udara Terasa Dingin di Musim Kemarau, Ada Fenomena Apa?
Jakarta, Indonesia —
Sejumlah warganet mengeluhkan cuaca dingin di beberapa wilayah Indonesia. Simak penyebabnya berikut ini.
Menurut pantauan Indonesia.com, kata kunci “dingin” sempat menjadi trending di media sosial X pada Kamis (19/6) pagi. Kata kunci tersebut telah ditulis oleh sekitar 10 ribu kali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keluhan soal cuaca dingin dari warganet bahkan terjadi di beberapa wilayah yang biasanya memiliki cuaca panas, salah satunya Bekasi.
“Momen langka Bekasi dingin,” tulis akun @chem****** di X, Kamis (19/6).
Seorang warganet bahkan menyangka dirinya tidak enak badan karena merasa aneh dengan cuaca dingin yang terjadi di Jakarta.
“Btw ini Jakarta emang dingin atau gue yang gak enak badan sih?” kata akun @opaaaa***.
Di Jawa Barat, akun @vou*** yang berada di Bandung juga mengaku merasakan cuaca dingin di kota yang dikelilingi pegunungan tersebut.
“Mau nyalain AC tapi Bandung dingin banget,” tulisnya.
Di Jawa bagian tengah, warganet di Yogyakarta dan Solo turut mengeluhkan hal serupa.
“Jogja lagi dingin banget,” tulis @attackontu****.
“Di solo hari ini kenapa dingin banget ya?? Dari dini hari bener-bener dingin,” kata @anna*****.
Fenomena bediding
Fenomena cuaca dingin pada musim kemarau umum terjadi. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut hal ini sebagai fenomena bediding.
“Fenomena udara dingin ini di daerah Jawa dikenal sebagai bediding. Fenomena bediding dalam konteks klimatologi merupakan hal normal karena memang proses fisisnya berkaitan dengan kondisi atmosfer saat musim kemarau,” tulis BMKG dalam laman resminya.
Pada musim kemarau, kata BMKG, jarang terjadi hujan dan tutupan awan berkurang. Hal ini menyebabkan panas permukaan bumi akibat radiasi Matahari lebih cepat dan lebih banyak yang dilepaskan kembali ke atmosfer berupa radiasi balik gelombang panjang.
Kemudian, curah hujan yang kurang juga menyebabkan kelembapan udara juga rendah yang berarti uap air di dekat permukaan bumi juga sedikit.
Bersamaan dengan kondisi langit yang cenderung bersih dari awan, maka panas radiasi balik gelombang panjang ini langsung dilepaskan ke atmosfer luar. Hal tersebut membuat udara dekat permukaan terasa lebih dingin, terutama pada malam hingga pagi hari.
“Kondisi ini umum terjadi pada wilayah Indonesia dekat khatulistiwa hingga bagian utara. Pada wilayah ini, meski pagi hari cenderung lebih dingin namun pada siang hari udara akan terasa lebih panas,” jelas BMKG.
“Hal ini karena ketiadaan awan dan juga kurangnya uap air saat musim kemarau menyebabkan radiasi langsung matahari akan lebih banyak pula yang mencapai permukaan bumi,” lanjutnya.
Sementara itu, wilayah selatan Indonesia seperti Sumatera Selatan, Jawa Bagian Selatan hingga Bali, NTT dan NTB pada siang hari suhu udara juga akan lebih rendah dari suhu udara periode bulan lainnya.
Fenomena ini disebut cukup terasa pada bulan Juli di mana pada periode tersebut angin timuran atau monsun Australia yang kering mengalir melewati wilayah-wilayah tersebut.
“Pada bulan Juli juga merupakan puncak musim dingin Australia sehingga udara dinginnya mengintrusi masuk wilayah Jawa Bagian Selatan hingga Bali, NTT dan NTB,” tutur BMKG.
Alhasil, meskipun saat musim kemarau matahari bersinar terang tanpa hambatan awan pada siang hari, tetapi udara dingin dari aliran monsun Australia lebih dominan memengaruhi penurunan suhu udara pada siang hari tersebut.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengatakan, fenomena bediding bisa saja sudah dialami sejumlah warga di daerah tertentu. Namun, secara tanda-tanda dan catatan suhu, belum menunjukkan terjadinya fenomena tersebut.
“Fenomena bediding itu sebenarnya kan perubahan suhu yang ekstrem. Ditandai suhu udara dingin menjelang malam sampai pagi hari, lalu pada siang hari melonjak panas lagi,” kata Guswanto, melansir CNBC.
“BIasanya terjadi di akhir Mei, awal Juni, Juli dan Agustus,” imbuhnya.
(lom/dmi)