Usai Serang Iran, AS Minta Tolong China Cegah Teheran Blokade Hormuz




Jakarta, Indonesia

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, menyerukan China agar mencegah Iran menutup Selat Hormuz, salah satu jalur perdagangan minyak mentah paling vital di dunia.

Ancaman blokade Iran ini terjadi kala Israel terus terlibat perang dengan Teheran sejak 13 Juni lalu dan kini bahkan dibantu AS yang resmi melancarkan serangan udaranya ke negara tersebut.



ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Saya mendorong pemerintah China di Beijing untuk segera menghubungi mereka (Iran), karena China sangat bergantung pada Selat Hormuz untuk pasokan minyaknya,” ujar Rubio dalam wawancara dengan Fox News pada Minggu (22/6).

Rubio menegaskan bahwa AS memiliki berbagai opsi untuk menghadapi kemungkinan Iran menutup selat.

“Tindakan itu justru akan lebih merugikan ekonomi negara-negara lain daripada ekonomi kita,” ujar Rubio kepada Fox News.

“Itu akan menjadi eskalasi besar yang pantas mendapatkan respons, bukan hanya dari kami, tapi juga dari negara lain.”

China merupakan importir minyak terbesar bagi Iran dan salah satu sekutu penting Teheran selain Rusia.

Sebelumnya pada hari yang sama, Menteri Luar Negeri Iran memperingatkan bahwa negaranya “menyimpan semua opsi untuk membela kedaulatannya,” demi merespons serangan udara AS terhadap tiga situs nuklir utamanya.

Sementara itu, media pemerintah Iran melaporkan bahwa parlemen mendukung penutupan Selat Hormuz. Namun, keputusan akhir mengenai penutupan selat berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Iran, menurut laporan tersebut.

Upaya untuk menutup jalur laut nan sempit antara Iran dan Oman ini bisa menimbulkan dampak besar bagi perekonomian global. Menurut Administrasi Informasi Energi (EIA) AS, sekitar 20 juta barel minyak mentah per hari atau 20% dari konsumsi global melewati selat tersebut sepanjang 2024.

Goldman Sachs dan firma konsultan energi Rapidan Energy memperkirakan harga minyak bisa melambung di atas US$100 per barel jika Selat Hormuz ditutup dalam waktu lama.

Namun, analis JPMorgan menilai risiko Iran benar-benar menutup Hormuz cukup rendah, karena AS kemungkinan akan menganggap tindakan tersebut sebagai deklarasi perang.

Rubio mengatakan bahwa menutup Selat Hormuz merupakan aksi “bunuh diri ekonomi” bagi Iran, karena ekspor minyak mereka sendiri juga melewati jalur tersebut.

Iran adalah produsen minyak terbesar ketiga di OPEC, dengan kapasitas produksi mencapai 3,3 juta barel per hari. Bulan lalu, Iran mengekspor 1,84 juta barel per hari, sebagian besar ke China, menurut data Kpler.

Sekitar separuh dari impor minyak mentah China yang diangkut melalui laut berasal dari kawasan Teluk Persia.

“Itu akan menjadi luka yang dibuat sendiri: menutup selat berarti menghentikan ekspor minyak mentah mereka ke China, mematikan sumber pendapatan utama,” kata Matt Smith, analis minyak utama di Kpler, kepada CNBC International.

Armada Kelima Angkatan Laut AS yang bermarkas di Bahrain bertugas melindungi jalur perdagangan maritim di kawasan Teluk Persia.

Sementara itu, para pelaku pasar minyak umumnya percaya bahwa Angkatan Laut AS akan dengan cepat menggagalkan setiap upaya Iran untuk memblokade Selat Hormuz. Namun, sejumlah analis memperingatkan bahwa pasar mungkin meremehkan tingkat risikonya.

“Mereka bisa saja mengganggu pelayaran melalui Hormuz jauh lebih lama dari yang diperkirakan pasar,” kata Bob McNally, pendiri Rapidan Energy dan mantan penasihat energi Presiden George W. Bush.

Menurut McNally, gangguan pelayaran bisa berlangsung selama berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan, bertentangan dengan asumsi pasar minyak bahwa Angkatan Laut AS akan menyelesaikan situasi tersebut dalam hitungan jam atau hari.

AS pada akhirnya mungkin akan menang, kata McNally kepada CNBC, “tapi itu tidak akan berjalan mulus.”

(rds/bac)





Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *