ICJR Minta Polri-Kejagung-MA Evaluasi Bawahan soal Kasus Jurnalis



Jakarta, Indonesia —

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta agar Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddiin mengevaluasi aparat yang terlibat dalam proses hukum terhadap jurnalis di Palopo, Sulawesi Selatan (Sulsel), Muhammad Asrul.

Sebagai informasi, Asrul telah divonis PN Palopo tiga bulan bui karena laporan UU ITE atas berita yang ditulis dan dimuat medianya soal dugaan korupsi di lingkungan wilayah tersebut.

“ICJR meminta agar Kapolri dan Jaksa Agung segera mengevaluasi petugas yang terlibat dalam kasus ini untuk menunjukkan keseriusan reformasi kelembagaan dan penghormatan pada hak asasi manusia, utamanya terkait kebebasan pers,” sebagaimana dikutip dari keterangan resmi Peneliti ICJR, Susitra Dirga yang CNNIndonesia.com terima, Kamis (25/11).

Tidak hanya Kapolri dan Jaksa Agung, Dirga juga meminta Mahkamah Agung mengevaluasi hakim yang menjatuhkan vonis atas Asrul terkait karya jurnalistik tersebut.

Dirga mengatakan pihaknya menilai hakim PN Kota Paolopo tidak memutus perkara yang menjerat Arsul berdasarkan perkembangan hukum yang menenankan larangan pemidanaan berdasar karya jurnalistik yang dilindungi Undang-Undang Pers.

“MA juga harus mengevaluasi hakim yang tidak memutus berdasarkan perkembangan hukum yang telah memberikan banyak penekanan pada larangan pemidanaan karya jurnalistik,” kata Dirga.

Dirga menyatakan ICJR menilai putusan majelis hakim PN Kota Palopo mengancam kebebasan pers di Indonesia karena tiga hal.

Pertama, sengketa pers bukan tindak pidana dan penyelesaiannya harus melalui Dewan Pers.

Peraturan Dewan Pers Nomor: 01/Peraturan-DP/VII/2017 menyatakan bahwa Dewan Pers harus menangani pengaduan kasus kepolusian atau pengadilan yang dapat mengancam kebebasan pers.

ICJR juga mengingatkan bahwa mekanisme nonpidana dalam sengketa pers harus didahulukan. Hal ini didukung Putusan Mahkamah Agung No. 1608K/Pid/2005 yang menyatakan pemidanaan yang tidak menguatkan pers justru mengancam pers bebas.

Selanjutnya, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung RI, dan Kepala Kepolisian RI telah menandatangani surat keterangan bersama (SKB) tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

SKB tersebut menyatakan bahwa berita merupakan karya jurnalistik yang jika digugat mesti melalui mekanisme UU pers. Dalam proses tersebut, Dewan Pers harus dilibatkan.

“Dalam kasus Muhammad Asrul, walaupun telah ada pernyataan dari Dewan Pers bahwa berita tersebut merupakan karya jurnalistik, kasus tetap dilanjutkan sampai ke pengadilan,” ujar Dirga.

“Ini menunjukkan penegak hukum justru tidak menjalankan ketentuan dalam SKB sebagaimana mestinya,” tambahnya.

ICJR juga menilai pemidanaan Asrul mencoreng wajah pemerintah yang saat ini terlihat kewalahan dalam menghadirkan rasa aman bagi kebebasan pers.

ICJR memandang vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim PN Kota Palopo keliru dan hanya menambah catatan buruk kebebasan pers di Indonesia.

“Atas dasar tersebut, penjatuhan pidana terhadap Muhammad Asrul oleh Majelis Hakim PN Kota Palopo dapat dikatakan keliru,” tutur Dirga.

Sebelumnya, Seorang jurnalis di Palopo, Sulawesi Selatan, Muhammad Asrul dijatuhi vonis penjara tiga bulan oleh pengadilan negeri setempat dengan jeratan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atas berita yang dibuat dan diterbitkan di media massa tempatnya bekerja.

Vonis itu dibacakan majelis hakim PN Palopo, Selasa (23/11).

Kasus ini bermula saat Kepala BPKSDM Palopo, Farid Karim Judas melaporkan Arsul atas berita yang ditulisnya ke Polda Sulel pada 17 Desember 2019.

(iam/kid)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *