Alexander Lukashenko, Presiden Belarus di Pusaran Krisis Pengungsi UE



Jakarta, Indonesia —

Presiden Belarus, Alexander Lukashenko, menjadi sorotan internasional lantaran dianggap memicu krisis pengungsi akibat perseteruan dengan Uni Eropa.

Uni Eropa menuduh Lukashenko sengaja memicu krisis imigran di perbatasan dengan Polandia agar menciptakan ketidakstabilan di kawasan Eropa.

Sejumlah negara di Benua Biru juga menuding Minsk sengaja membuka pintu bagi pengungsi untuk menuju negara kawasan itu.

UE menduga tindakan Lukashenko adalah wujud balas dendam atas sanksi yang dijatuhkan terkait pelanggaran hak asasi manusia terhadap Belarus.

Lukashenko kemudian mengancam akan memutuskan pipa jalur gas dari Rusia ke Eropa yang melalui negaranya usai kisruh pengungsi ini.

“Dan bagaimana jika kami memotong (pipa transit) gas alam ke negara itu? Jadi saya merekomendasikan pemimpin Polandia, Lithuania, dan negara lain yang tak punya otak lainnya untuk berpikir dahulu sebelum mereka bicara,” katanya.

Ancaman itu membuat Lukashenko kembali menjadi sorotan dunia.

Sebelum menjadi presiden dan menjadi sorotan dunia, Lukashenko sebenarnya melangkahkan kaki di panggung politik dari skala kecil.

Di medio 1970-an, dia menjadi instruktur urusan politik saat mengabdi selama 5 tahun di badan militer Belarus.

Dia telah menghabiskan 5 tahun di dunia militer Belarus. Ia kemudian memegang jabatan kecil organisasi pemuda komunis Komsomol, dan di satu organisasi partai lokal.

Dari 1982 hingga 1990, dia memegang jabatan manajemen di program perkebunan gabungan negara dan bidang konstruksi.

Pada 1990, alumni Institut Pendidikan Mogylyov dan Akademi Pertanian Belarus itu terpilih menjadi anggota parlemen Belarusia.

Di parlemen, Lukashenko membuat satu faksi bernama Komunis untuk Demokrasi. Saat itu, ia menjadi satu-satunya wakil parlemen yang menentang Kesepakatan Desember 1991 terkait pembubaran Uni Soviet.

Lukashenko disebut memiliki hubungan yang dekat dengan faksi-faksi komunis konservatif di Belarus. Ia juga punya relasi yang serupa dengan sejumlah kelompok di Rusia.

Pada 1994, ia menyerukan pembentukan serikat baru negara-negara Slavia saat berpidato di Duma, negara bagian Rusia.

Lima tahun kemudian, Lukashenko dan Presiden Rusia, Boris Yeltsin, berhasil menandatangani Perjanjian Pembentukan Negara Serikat, yang menetapkan kemerdekaan bagi kedua negara dan mengusulkan kerja sama lebih lanjut.

Di tahun 1994 pula, Lukashenko terpilih menjadi Presiden Belarus. Ia kemudian mempromosikan hubungan yang lebih erat dengan Rusia.

Di tahun-tahun berikutnya, dia menandatangani sejumlah perjanjian dengan Yeltsin yang menyerukan berbagai bentuk persatuan antara kedua negara.

Dua tahun kemudian, pada 1996, ia membujuk publik Rusia untuk menyetujui konstitusi baru. Aturan itu memberinya keleluasaan dalam berkuasa, termasuk hak untuk memperpanjang masa jabatan, mengeluarkan dekrit, dan menunjuk sepertiga dari majelis tinggi parlemen.

Sebagaimana dilansir Britannica, masa jabatan Lukashenko seharusnya berakhir pada tahun 1999. Namun, laki-laki kelahiran 1954 itu terus menjabat di bawah persyaratan baru yang sudah dinegosiasikan.

Lukashenko memang dikenal sebagai pemimpin otoriter dan tak terduga. Ia menolak reformasi ekonomi dan politik, menekan perbedaan pendapat di media, dan membuat Belarus terisolasi dari tetangga Eropa dan masyarakat internasional.

Pada 2001, ia terpilih kembali menjadi presiden. Lukashenko kemudian melakukan amandemen pada 2004 yang memungkinkan dirinya meraih masa jabatan ketiga.

Lukashenko akhirnya memenangkan pemilihan presiden 2006 di tengah sejumlah tuduhan kecurangan. Banyak negara dan organisasi mengutuk pemilihan tersebut.

Merespons kecurangan itu, Uni Eropa (UE) melarang Lukashenko dan sejumlah pejabatnya memasuki kawasan mereka.

Sebagai langkah meningkatkan hubungan dengan Belarus, UE kemudian mencabut larangan perjalanan presiden itu untuk sementara.

Di pemilihan presiden selanjutnya, yakni pada 2010, Lukashenko dengan mudah menang. Namun, tudingan kecurangan kembali muncul.

Menjelang pemilihan presiden 2015, Lukashenko membebaskan sejumlah tahanan politik dan mengundang peneliti internasional untuk memantau.

[Gambas:Video ]

Dalam kontestasi itu Lukashenko sekali lagi mengklaim kemenangan luar biasa melawan oposisi. Di pemilihan presiden 2020, ia kembali meraih kemenangan. Lukashenko kemudian dilantik pada September 2020.

Namun, Lukashenko memicu protes besar-besaran karena sejumlah masalah, seperti langkah pencegahan Covid-19 yang buruk dan intervensi pemilu, termasuk kriminalisasi para oposisi.

Pemerintahan Lukashenko menangkap hampir 7.000 warga dalam demonstrasi itu dan mengasingkan para oposisi.

Setelah enam kali menjabat, Lukashenko disebut menolak kembali maju di pemilihan presiden selanjutnya. Pada November 2020, ia bahkan menyiratkan akan mengundurkan diri setelah ada perubahan konstitusi.

(isa/has)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *