Musik Terseret Arus NFT, Peran Label Disebut Memudar



Jakarta, Indonesia —

Setelah seni rupa masuk ke blockhain melalui mata uang kripto NFT, kini musik pun ingin menjejaki jalan yang sama. Langkah itu disebut berpotensi ancam label musik.

Di suatu jenjang era, hubungan label rekaman dan musisi adalah sebuah simbiosis yang membuat industri ini tumbuh.

Sebelum tahun 2000, label mengontrol produksi dan distribusi rekaman dan CD. Hal ini terjadi karena mereka memiliki uang dan koneksi yang dibutuhkan untuk program promosi seorang artis atau musisi.

Terkadang seorang musisi memilih untuk membuat label rekamannya sendiri, tapi sebagian besar musisi saat itu terikat dengan sebuah label rekaman.

Namun sejak digitalisasi dimulai, label rekaman menjadi sangat rentan ‘dimatikan.’

Saat internet hadir, aplikasi berbagi file Napster membuat distribusi musik konvensional tergantikan dan mengancam label rekaman. Namun kehadiran platform musik daring seperti Spotify legal berbayar menyelamatkan mereka, dan malah membantunya mendapat keuntungan lebih besar.

Meski label rekaman disebut mendapat keuntungan besar, sebagian besar artis tidak mendapatkan uang dari streaming musik secara daring.

Pada awal tahun ini, produser musik Justin Blau menjual beberapa NFT dari albumnya yang berjudul Ultraviolet dalam sebuah lelang. Hasilnya, ia mendapatkan US$11,7 juta atau sekitar Rp167 miliar.

Hasil tersebut lantas terdengar seperti sebuah masa depan untuk industri musik dalam blockchain, dengan menghilangkan label rekaman dan menjual kepemilikian musik langsung ke fans, seorang musisi dapat menghasilkan lebih banyak dibandingkan dengan yang dihasilkan saat bergabung dengan label rekaman.

Blau adalah seorang produser musik elektronik (EDM) yang menggunakan nama 3LAU, yang memproduksi dan meremix lagu musisi, seperti Rihanna, Katy Perry, dan Ariana Grande.
Setelah keberhasilan Blau melelang albumnya, sejumlah investor mengantri di hadapan Blau.

Pada Agustus lalu, startup bernama Royal yang didirikan oleh Blau untuk membawa musik ke blockchain telah masuk ke tahap investasi seed stage. Saat itu dia mendapatkan investasi US$16 juta untuk sebuah platform yang dapat membuat musisi untuk menjual karyanya langsung ke fans.

Blau menjelaskan kepada Danny Nelson bahwa sebuah digital aset atau LDA adalah tulang punggung sistem ini, seperti dikutip dari Coindesk.

Seorang musisi menentukan seberapa besar bagian pendapatan yang disimpan untuk pemegang LDA dan seberapa besar untuk ‘edisi official’.

Sebuah lagu dengan 100 ‘edisi official’ mungkin akan membuat setiap pemegang LDA menghasilkan 0,5 persen pendapatan.

Tujuan dibentuknya sistem ini adalah membuat pendapatan 80 persen yang didapat label rekaman dari sebuah karya, menjadi 80 persen untuk musisinya.

Musim panas lalu, Blau melakukan tes pada platformnya dengan memberikan 333 NFT yang mewakili setengah dari kepemilikan streaming dari single barunya. Saat ini, lagu tersebut telah menghasilkan lebih dari US$600 ribu dan bernilai lebih dari US$6 juta atau sekitar Rp86 miliar.

Setelah berdiri selama empat bulan, Royal mendapatkan investasi lain. Platform besutan Blau tersebut pada Senin (22/11) berhasil mengantongi investasi sebesar US$55 juta, dari sejumlah investor, termasuk Chainsmokers, Nas, dan Kygo.

“Saya benar-benar berpikir kami sedang merambah ke permukaan saat ini,” kata Blau, seperti dikutip dari The Verge.

“Kreativitas selalu memimpin budaya dalam banyak hal. Dan kami mulai melihat kreatifitas benar-benar mendukung hal ini,” imbuhnya.

Royal dapat disebut platform yang sangat muda dan produk utama yang dibuatnya masih dalam tahap beta. Menebak arah masa depan musik melalui apa yang dihadirkan oleh Royal masih sangat abu-abu.

Kehadiran Royal dalam ranah tersebut tidak sendiri, beberapa kompetitor dengan model platform serupa juga hadir untuk membawa musik ke masa depan, termasuk Royalty Exchange dan SongVest.

(lnn/fjr)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *