Tak Ada Kekerasan di UPN Veteran Jakarta
Komandan Komando Nasional Resimen Mahasiswa (Menwa) Indonesia, Ahmad Riza Patria menyatakan tak ditemukan tindakan kekerasan dalam peristiwa meninggalnya mahasiswa Universitas Veteran Jakarta (UPNVJ) Fauziyah Nabilah, setelah mengikuti kegiatan pembaretan pada September lalu.
“Yang bersangkutan sudah dicek, ternyata tidak ada unsur kekerasan atau pemukulan, jadi murni karena memang sakit kebetulan pada kegiatan tersebut,” kata Riza kepada wartawan, Selasa (30/11) malam.
Dalam kesempatan itu, pria yang juga Wakil Gubernur DKI Jakarta itu menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya mahasiswa tersebut. Riza pun menyerahkan kepada pihak kampus jika ingin mengusut peristiwa itu.
“Mudah-mudahan yang bersangkutan khusnul khotimah, keluarga juga sudah ikhlas dan merelakan, dan sepenuhnya kita serahkan kepada kampus untuk menindaklanjuti apakah ada unsur-unsur lain di situ. Tapi setelah dicek, tidak ada unsur kekerasan,” katanya.
Lebih lanjut, Riza tidak menampik soal desakan agar Menwa dibubarkan buntut peristiwa itu. Namun menurutnya, desakan itu adalah hal yang biasa.
“Kegiatan-kegiatan sekolah, pendidikan, sejak lama ada yang seperti itu, tapi sejauh ini semakin kesini semakin berkurang dan semakin hilang. Kita minta semua bentuk proses pendidikan dan latihan lebih mengedepankan kegiatan-kegiatan yang persuasif, kegiatan-kegiatan yang lebih baik, tidak boleh ada unsur unsur kekerasan atau menonjolkan kegiatan fisik. Fisik dibutuhkan tetapi tidak boleh dominan,” kata Riza.
Dalam keterangan tertulis dari Aliansi UPNVJ Bergerak, Fauziyah disebut meninggal saat mengikuti kegiatan pembaretan Menwa. Korban dilaporin tumbang saat mengikuti kegiatan long march sejauh 15 kilometer.
Korban kemudian sempat beristirahat di sebuah masjid dan kemudian kejang kejang. Korban langsung dilarikan ke RSUD Ciawi, Bogor, Jawa Barat. Namun tak tertolong, korban meninggal dalam perjalanan.
Buntut pembubaran Menwa karena tewasnya anggota mereka saat pendidikan atau pelatihan juga ada di Solo, Jawa Tengah.
Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) menuntut Resimen Mahasiswa (Menwa) di kampus mereka dibubarkan menyusul meninggalnya Gilang Endi Saputra saat mengikuti Diklatsar. Keberadaan Menwa dinilai sudah tidak relevan dengan iklim akademik di universitas negeri di Solo itu.
Dalam perkara itu, pada November lalu, Polresta Surakarta menetapkan dua tersangka dalam kasus diklat maut Menwa UNS. Dua orang tersebut yaitu NFM (22) asal Pati, dan FPJ (22) asal Wonogiri yang berperan sebagai panitia di acara Pra Gladi Patria Korps Mahasiswa Siaga Batalyon 905 Jagal Abilawa UNS.
NFM saat ini masih berstatus sebagai mahasiswa semester akhir di UNS. Sementara FPJ diketahui sudah berstatus sebagai alumni D4 Jurusan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) UNS.
Terkait desakan pembubaran Menwa kala itu, Mendagri Jenderal Pol (Purn) TitoKarnavian mengatakan kebijakan untuk membubarkan Menwa perlu kajian secara menyeluruh termasuk salah satunya dengan melihat kasus di UNS.
“Kalau ada masalah sistem, kekerasan yang dilakukan secara sistematis dan masif misalnya, maka kita harus perbaiki sistemnya. Dengan rapat dengan Kemendikbud dan perwakilan Menwa agar mereka memperbaiki sistemnya,” imbuh Mantan Kapolri itu di Yogyakarta, Senin (1/11).
Dalam prosesnya, kata Tito, tentu kajian juga tak akan serta merta mengesampingkan kontribusi positif menwa selama ini. Termasuk perannya dalam kerja sosial kemasyarakatan.
(yoa/kid)