UU Cipta Kerja Harus Batal Demi Hukum



Jakarta, Indonesia —

Pakar Hukum Tata Negara dari STIH Jentera, Bivitri Susanti menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan UU Cipta Kerja, secara teori mestinya membatalkan undang-undang tersebut.

Menurut Bivitri, inkonstitusionalitas UU Ciptaker karena putusan MK, bukan saja terhadap formil atau proses, melainkan juga mencakup materiil atau isi.

Inkonstitusionalitas secara formil berbeda dengan materiil yang membuat undang-undang hanya perlu diperbaiki secara isi.

“Jadi, secara teori sebuah produk hukum cacat prosedur itu ibaratnya adalah batal demi hukum,” kata Bivitri dal diskusi daring, Rabu (1/12).

“Di balik teori itu terkandung makna bahwa kalau sejak dibuat dia sudah salah, maka segala sesuatu yang keluar dari proses yang salah itu juga salah, kan seharusnya begitu,” tambahnya.

Bivitri mengakui bahwa putusan MK terkait gugatan formil UU Ciptaker tidak wajar. Dia menilai putusan tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh penjelasan politik ketimbang murni putusan hukum.

Namun, pertimbangan politik dalam putusan MK menurut dia juga bukan kali pertama. Ia menyoroti beberapa putusan MK lain yang lebih didominasi oleh pertimbangan politik, termasuk di antaranya revisi UU KPK pada 2019 atau UU APBN pada 2005 silam. Namun, dari semua putusan tersebut, putusan terkait uji formil merupakan kali pertama dikabulkan MK.

“Tapi yang kita permasalahkan sekarang adalah uji formil, proses hasil. Berbeda dengan hal-hal yang sudah diputus oleh MK selama ini yang memang sifatnya uji materiil. Bukan uji formil,” kata dia.

Menurut Bivitri, rekam jejak tersebut menunjukkan MK kerap memasukkan pertimbangan politis dalam setiap pengambilan keputusan.

Selain itu, lanjut dia, unsur politis MK dalam putusan UU Ciptaker juga kentara terlihat, bila melihat perbedaan opini (dissenting opinion) empat dari sembilan hakim. Artinya, kata Bivitri, ada tarik ulur atau perdebatan di antara para hakim MK dalam putusan mereka yang tak diketahui publik.

Empat hakim yang berpendapat berbeda itu adalah Arief Hidayat, Anwar Usman, Manahan MP Sitompul, dan Daniel Yusmic P Foekh.

“Artinya perdebatannya pasti sangat rumit dan kemudian, bisa sampai pada titik di mana akhirnya pendapat yang sama lima orang itu jadi putusan,” katanya.

MK pada Sabtu (25/11) mengabulkan sebagian dari gugatan masyarakat terhadap UU Cipta Kerja. MK menyatakan undang-undang itu inkonstitusional bersyarat dan harus diperbaiki dalam kurun waktu dua tahun.

Dalam amar putusannya, MK menyatakan UU Cipta Kerja tetap berlaku selama proses perbaikan. Namun, poin lain dalam putusan menyebut segala kebijakan yang berdampak luas dari UU itu harus ditangguhkan.

(thr/pmg)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *