Absurd Konsesi Lahan Jokowi ke Ormas Islam



Jakarta, Indonesia —

Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengobral izin konsesi lahan kepada sebuah organisasi kemasyarakatan (ormas). Kali ini Jokowi menawarkan konsesi lahan pertambangan mineral dan batu bara (minerba) kepada kalangan muda Nahdlatul Ulama (NU).

Menurutnya, pemuda-pemuda NU banyak yang pintar. Sehingga, ia pun tak segan untuk memfasilitasi pemuda NU, termasuk memberikan konsesi demi kesejahteraan rakyat dan kemajuan ekonomi umat.

“Saya menawarkan yang muda-muda ini dibuatkan sebuah wadah bisa PT atau kelompok usaha dan pemerintah, saya siapkan. Kalau siap saya menyiapkan konsesi. Baik itu konsesi terserah dipakai lahan pertanian silakan, saya juga siapkan konsesi minerba,” kata Jokowi saat membuka muktamar ke-34 NU di Lampung, Rabu (22/12).

“Sekali lagi, ini dalam sebuah kelompok usaha besar sehingga bisa mengajak gerbong lain untuk ikut menikmati,” imbuh Jokowi.

Iming-iming Jokowi memberi lahan juga disampaikan kepada PP Muhammadiyah. Jokowi menyerahkan sekitar 19.685 hektare kepada Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Berbeda dengan NU, lahan yang diberikan kepada Muhammadiyah merupakan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).

Tujuan pemberian lahan ke Muhammadiyah ini untuk redistribusi penguasaan tanah agar tercapai akses yang berkeadilan. Hal itu sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Sementara, lahan yang akan diberikan kepada NU belum diketahui pasti apakah TORA atau konsesi pertambangan.

Kepala Divisi Kehutanan dan Lahan dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Adrianus Eryan menilai bagi-bagi lahan dan konsesi ke ormas merupakan sesuatu yang absurd.

Adri mengatakan konsesi lahan tak bisa diberikan ke sembarang orang atau organisasi. Menurutnya, terdapat ketentuan-ketentuan yang harus diikuti dalam pemberian konsesi ini.

Pembagian TORA misalnya, sebagaimana tercantum dalam Pasal 12 ayat (1) Perpres 86/2018, subjek yang bisa mendapatkan yaitu (1) orang per orang, (2) kelompok masyarakat dengan hak kepemilikan bersama, atau (3) badan hukum. Adri pun bingung Muhammadiyah dan NU masuk ke dalam kriteria yang mana.

“Sekalipun diberikan ke organisasi tertentu tetap harus ada semacam badan hukumnya seperti koperasi untuk pengelolaannya,” kata Adri kepada Indonesia.com, Rabu (23/12).

Jika dikategorikan sebagai kelompok masyarakat dengan kepemilikan bersama, kata Adri, Muhammadiyah atau NU yang mendapat lahan harus merupakan gabungan dari orang per orang yang membentuk kelompok.

Selain itu, kelompok itu harus berada dalam satu kawasan tertentu serta memenuhi persyaratan untuk diberikan objek redistribusi tanah. Hal itu sebagaimana tertera dalam Pasal 4 Perpres 86/2018. Sementara orang per orang harus berprofesi sebagai petani, nelayan kecil dan atau penggarap, guru honorer, buruh dan sebagainya.

Berdasarkan catatan Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), 68 persen tanah yang ada di seluruh daratan Indonesia saat ini dikuasai oleh satu persen kelompok pengusaha dan badan korporasi skala besar. Mereka yang sering disebut-sebut sebagai oligarki.

Adri khawatir bagi-bagi konsesi yang dilakukan oleh Jokowi itu justru salah sasaran. Contohnya, pemberian lahan konsesi ke pihak yang sudah memiliki kekuatan ekonomi besar.

“Ibarat bagi-bagi tanah ke orang kaya, bukan ke orang miskin yang sehari-hari bertani,” ujarnya.

Adri berkata konsesi lahan tak bisa diberikan kepada ormas. Dengan tujuan reforma agraria, konsesi tersebut seharusnya diberikan kepada kelompok petani, gurem, buruh sebagaimana tercantum dalam Pasal 12 ayat (3) Perpres 86/2018. Ia meminta kejelasan rencana konsesi yang akan diberikan Jokowi ke NU itu.

“Beda ya antara memberikan TORA ke kelompok yang dibina/diberdayakan NU dan memberikan TORA ke NU. Ini yang perlu diklarifikasi dari perkataan Jokowi, karena yang pertama masih boleh, yang kedua sih agak aneh,” ujarnya.

Adri menduga konsesi lahan yang diberikan kepada NU bukan TORA melainkan konsesi pertambangan. Pasalnya lahan TORA tak memungkinkan dipakai untuk pertambangan. Ia pun mengingatkan konsensi pertambangan berdampak buruk terhadap lingkungan.

“Sebenarnya bukan enggak boleh sih, lebih ke ‘enggak mungkin’ karena ada batas maksimal untuk TORA, kalau enggak salah lima hektare,” katanya.

Berlanjut ke halaman selanjutnya…


Bagi-bagi Konsesi Lahan Politis


BACA HALAMAN BERIKUTNYA



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *