Aeshnina Vs Plastik, dan Mimpi Gantikan Menteri LHK
Jakarta, Indonesia —
Usia 14 tahun dan predikat aktivis lingkungan. Itu lah rupanya jalan hidup yang dipilih Aeshnina Azzahra.
Ia mengaku sudah dikenalkan pada lingkungan aktivis sejak kecil oleh kedua orang tuanya yang merupakan pendiri lembaga swadaya masyarakat bidang lingkungan, Ecoton.
Nina panggilannya, berkisah pada saat duduk di Taman Kanak-kanak sudah diikutsertakan dalam demo terkait banyaknya ikan yang mati akibat tercemarnya air sungai.
Nina terbilang rajin menyurati beberapa petinggi negara, yang isinya meminta untuk tidak mengekspor sampah plastik ke Indonesia.
Surat-menyurat diawali saat dirinya duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar (SD). Ia diajak gurunya untuk menulis surat kepada bupati Gresik, yang isinya menyuarakan soal dampak plastik terhadap lingkungan.
Usai ia menulis surat ke Buoati Gresik, ia diajak bertemu langsung dengan wakil bupati Gresik.
“Setelah saya bertemu langsung dengan wakil (Bupati). Saya mikirnya ternyata menulis itu mudah ya semua bisa menulis tapi menulis surat itu bisa kita kirim ke siapapun kan bebas,” ujar Nina kepada Indonesia.com lewat sambungan telepon, Kamis (2/12) siang.
Hobi Surati Kepala Negara
Nina kemudian mengirim surat ke Presiden Amerika Serikat, Donald Trump pada 2019. Ia saat itu melakukan aksi demo di depan gedung konsulat Amerika Serikat di Surabaya, Jawa Timur, untuk menyuarakan setop sampah plastik ke Indonesia.
Surat Nina berbalas. Ia mengatakan dalam waktu sekitar dua pekan surat itu dijawab oleh perwakilan pemerintah AS.
“Jawabannya meminta maaf dan seakan menyalahkan pemerintah Indonesia karena sudah menerima sampah dari mereka,” pungkasnya.
Usai suratnya dijawab oleh pemerintah AS, ia akhirnya banyak dikenal oleh banyak aktivis lingkungan di dalam dan luar negeri. Sampai akhirnya pembuat film dokumenter asal Jerman mengajaknya untuk bergabung dalam film.
Ia dilibatkan dalam film dokumenter yang mengungkap tentang perjalanan aktivis lingkungan di berbagai negara. Dalam film yang berjudul Girls For Future.
Dalam film dokumenter tersebut, Nina mengatakan ada beberapa anak perempuan yang juga terlibat dari berbagai negara. Seperti dari India, Australia dan Afrika. Keempat anak tersebut sama-sama berjuang dalam perubahan iklim.
Usai menyetujui untuk bergabung dalam film Girls For Future yang diprakarsai oleh orang sineas Jerman, ia berpikiran juga untuk bersurat ke Pemerintah Jerman. Dalam suratnya, Nina meminta Jerman untuk tak mengirim sampah plastik ke Indonesia.
Langkah Nina tak henti di sana. Ia kemudian menyurati beberapa negara pengirim sampah plastik ke Indonesia, seperti Australia dan Kanada.
Akhirnya beberapa negara tersebut berjanji untuk memperketat pelabuhan mereka dan berjanji agar tak mengirim limbah plastik ke Indonesia.
Lebih lanjut Nina menceritakan apa yang membuat sampah plastik dari berbagai negara itu berdatangan ke Indonesia. Menurut Nina, pabrik-pabrik produsen kertas di Indonesia membeli sampah kertas dari luar negeri untuk diolah dan dijadikan kertas di Indonesia.
Nina Vs Plastik
Limbah kertas yang dikirim itu tidak murni berbahan kertas. Beberapa sampah plastik diselundupkan di dalam kontainer yang isinya disebut sebagai limbah kertas. Padahal di Indonesia saat ini masih bergelimang sampah plastik.
“Nah kita sebenarnya cuma butuh kertasnya. Tapi sama mereka diselundupkan sampah plastiknya,” tutur Nina.
Nina menduga banyak peran mafia dan para makelar-makelar agar sampah plastik itu bisa sampai ke Indonesia. Jadi pengiriman limbah itu disebutnya sebagai praktik yang disengaja.
“Jadi memang benar-benar sengaja mereka niat banget untuk menyelundupkan sampah plastiknya,” pungkasnya.
Nina mengatakan hal itu dilakukan lantaran beberapa negara tahu bahwa mengolah plastik dan mendaur ulang plastik itu amatlah susah.
Nina berjuang tolak kedatangan sampah plastik di Indonesia. Simak di halaman berikutnya..
Setop Kirim-kirim Sampah Plastik ke Indonesia