Amnesty Ragukan Komitmen HAM Pemerintah Prabowo Imbas Ucapan Yusril




Jakarta, Indonesia

Amnesty International Indonesia (AII) meragukan komitmen terhadap penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Penilaian itu merespons ucapan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra yang menyatakan peristiwa ’98 bukan merupakan pelanggaran HAM berat.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Tak sepantasnya pejabat pemerintah mengeluarkan pernyataan yang keliru tentang hak asasi manusia. Apalagi dari pejabat yang salah satu urusannya soal legislasi bidang HAM,” ujar Direktur Eksekutif AII Usman Hamid melalui keterangan tertulis, Senin (21/10).

Usman berpendapat pernyataan Yusril tidak mencerminkan pemahaman Undang-Undang yang benar,khususnya mengenai pengertian pelanggaran HAM berat, pada penjelasan Pasal 104 Ayat (1) dari UU 39/1999 tentang HAM maupun Pasal 7 UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM.

Pernyataan itu juga, terang Usman, mengabaikan laporan-laporan resmi pencarian fakta tim gabungan bentukan pemerintah dan penyelidikan pro-justisia Komnas HAM atas sejumlah peristiwa pada masa lalu yang menyimpulkan terjadinya pelanggaran HAM yang berat dalam bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan atau crimes against humanity.

“Jadi, pelanggaran HAM yang berat menurut hukum nasional bukan hanya genosida dan pembersihan etnis,” kata dia.

[Gambas:Video ]

Usman menjelaskan menurut hukum internasional setidaknya terdapat empat kejahatan paling serius yakni genosida, kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi, sebagaimana diatur oleh Pasal 51 Statuta Roma.

Hasil-hasil penyelidikan Komnas HAM tersebut juga sudah diserahkan ke Jaksa Agung.

“Ini sudah menjadi fakta awal hukum yang tidak bisa dibantah, kecuali oleh peradilan yang fair dan adil. Setidaknya oleh pengadilan ad hoc yang memeriksa pelanggaran HAM yang berat masa lalu tersebut. Sayangnya tak kunjung ada usul DPR dan keputusan Presiden sesuai Pasal 43 UU Pengadilan HAM,” tutur Usman.

Usman menambahkan pernyataan Yusril bukan hanya tidak akurat secara historis dan hukum, melainkan juga menunjukkan sikap nir empati pada korban yang mengalami peristiwa maupun yang bertahun-tahun mendesak negara agar menegakkan hukum.

Ia menyinggung kasus Tragedi Mei 1998 menyisakan luka mendalam bagi mereka yang kehilangan orang-orang tercinta akibat kekerasan massal, pemerkosaan, dan pembunuhan yang menargetkan kelompok etnis tertentu, khususnya komunitas Tionghoa pada saat itu.

Pernyataan Yusril disebut menjadi sinyal buruk pemerintahan baru yang mengaburkan tanggung jawab negara terutama pemerintah dalam menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat di masa lalu.

Usman mengatakan pemerintahan yang lama juga pernah menyangkal, meski akhirnya mau mengakui 12 peristiwa sebagai pelanggaran HAM yang berat, termasuk Tragedi Mei 98.

“Kewenangan penentuan apakah sebuah peristiwa menurut sifat dan lingkupnya tergolong pelanggaran HAM yang berat sesuai Undang-undang, bukan oleh presiden apalagi menteri, tapi pengadilan HAM, setidaknya ditentukan pertama kali oleh Komnas HAM,” tutur Usman

“Komnas pun harus membantah pernyataan Yusril dan mendesak penuntasan pelanggaran HAM masa lalu, termasuk Tragedi Mei 98, hingga tuntas,” sambungnya.

Respons Menteri HAM

Menteri HAM Natalius Pigai enggan membicarakan pelanggaran HAM masa lalu saat dikonfirmasi di hari pertamanya sebagai Menteri HAM.

“Sabar dulu. Hal-hal yang sifatnya kasuistik kan saya bilang di sini, saya membangun HAM,” jawab Pigai.

“Pembangunan HAM itu harus secara holistik. Nanti aspek-aspek spesialnya itu akan muncul, mana yang menjadi kasuistik, mana yang menjadi pembangunan,” kata Pigai di Kantor Kementerian HAM, Senin (21/10).

Pigai yang merupakan aktivis kemanusiaan ini memastikan Prabowo menaruh perhatian khusus terhadap HAM. Hal itu dilihat dari nomenklatur Kementerian HAM yang baru dibentuk di rezim saat ini.

“Kenapa Kementerian HAM itu dihadirkan? Berarti presiden punya perhatian khusus. Saya prajurit presiden, tanpa Kementerian HAM pun saya bisa dapat Kementerian lain. Saya 20 tahun ikut dengan presiden, 30 tahun saya kenal presiden. Bagi saya tidak ada hubungan,” tuturnya.

“Kenapa presiden mau bikin Kementerian HAM? Berarti ada sesuatu besar yang mau dibikin,” ia menegaskan.

(chri)




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *