Banjir Sintang Lama Surut, KLHK Klaim Banyak Warga Tinggal di Cekungan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut daerah yang terdampak banjir di Sintang, Kalimantan Barat, memang merupakan daerah cekungan serta dataran banjir.
Hal itu merupakan salah satu simpulan analisis terhadap banjir yang melanda Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, yang tak surut lebih satu bulan.
Pelaksana Tugas Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) KLHK Helmi Basalamah mengatakan terdapat tiga faktor utama penyebab banjir tersebut.
“Kami analisa, ini di dalam tiga faktor utama, yakni faktor curah hujannya, faktor bentang alam maupun landscapenya. Kemudian, faktor penggunaan lahan,” kata Helmi dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IV dengan Eselon I KLHK di Youtube Komisi IV DPR RI Channel, (22/11).
Meski begitu, Helmi menuturkan, banjir di Kalimantan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor curah hujan. Ia menyebut dari akhir Okyober sampai awal November intensitas hujan cukup tinggi.
“Hampir 300 milimeter per menit itu menghasilkan 15.877,12 meter kubik per detik,” ujarnya.
Ia berkata curah hujan itu bahkan melebihi kapasitas tampung sungai-sungai di Kalimantan yakni sebesar 12.279,80 meter kubik per detik.
“Sehingga terjadi luapan dengan debit 3.597,32 meter kubik per detik,” sebutnya.
Terkait faktor bentang alam, Helmi berpendapat bagian hulu Daerah Tangkapan Air (DTA) lokasi banjir didominasi oleh lereng. Sehingga DTA di Daerah Aliran Sungai (DAS) memang merupakan dataran banjir.
Dalam pemaparannya, Helmi menyebut banjir terjadi pada DAS Kapuas dengan luas lebih kurang 9.659.790 hektar dan DTA banjir lebih kurang 6.941.735 hektar.
“Lokasi-lokasi banjir merupakan meander serta cekungan yang berada di hilir DAS dan merupakan dataran rendah dengan sistem lahan berupa dataran banjir atau flood plain (dataran di sekitar sungai akibat genangan banjir),” ucapnya.
Selain itu, terkait faktor penggunaan lahan, Helmi berkata area terdampak berada pada area sungai yang merupakan rawa belakang atau back swamp.
“Bahwa di samping kawasan tersebut, banyak sungai berkelok-kelok dan masyarakat umumnya tinggal di cekungan,” ujarnya.
“Selain itu, mengenai sampah dan sebagainya. Ataupun pola pembuatan teras yang langsung melawan lereng. Itu semua menjadi alat kami menganalisis,” imbuhnya.
Setelah melakukan analisis tersebut, Helmi menyebut pihaknya akan segera turun langsung ke lokasi untuk melakukan kajian lapangan.
“Insyaallah dalam waktu dekat tim kami, tim kami sudah berangkat ke lapangan untuk melihat titik-titik tadi dalam rangka penyelesaian langkah-langkah yang paling efektif kita bisa laksanakan baik aspek sosial dan ekonominya,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin, mencecar KLHK terkait banjir yang melanda Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, dan Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Menurutnya, hal itu terjadi karena pejabat KLHK membiarkan perusakan terhadap hutan terjadi sehingga hutan di Kalimantan menjadi gundul dan bencana banjir melanda di sejumlah wilayah.
Ia menyatakan, kondisi hutan di Kalimantan yang rusak secara perlahan tak bisa dimaknai dengan istilah keterlanjuran.
“Kalau keterlanjurannya sampai puluhan juta atau 3,2 juta hektare, itu bukan keterlanjuran. Itu maling yang dibiarkan. Siapa yang membiarkan? Ya, pejabat-pejabat KLHK ini semua,” ucap Sudin dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IV DPR dengan KLHK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (22/11)
(yla/arh)