Beda Generasi Jadi Penentu Beda Karakter Anak, Memangnya Benar?



Jakarta, Indonesia

Perbincangan soal perbedaan karakter antar-generasi seperti milenial, generasi Z, beta, hingga alpha tak pernah ada habisnya.

Banyak orang mengklaim bahwa generasi alpha, misalnya, lebih tech-savvy dan cepat bosan. Generasi Z lebih ekspresif namun gampang cemas.

Tapi, benarkah karakter setiap generasi itu memang berbeda sejak lahir?


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dokter spesialis anak di Tzu Chi Hospital Ian Suryadi Setja menyatakan, anggapan bahwa karakter tiap generasi terbentuk begitu saja tidak sepenuhnya tepat. Ia menjelaskan bahwa karakter anak sangat ditentukan oleh asupan nutrisi dan stimulasi yang diberikan orang tua sejak dini, bahkan sejak dalam kandungan.

“Balita ini, generasi alpha, beta, Z, kalau dilihat lebih dekat, balik lagi semua sebenarnya sama, yang membedakan itu nutrisi dan stimulasi yang diberikan orang tuanya,” kata Ian dalam diskusi media di kawasan Semanggi, Jakarta,Senin (2/6).

Menurut Ian, di berbagai daerah dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah, anak-anak, terlepas dari generasinya, cenderung menunjukkan perilaku yang tertutup dan takut terhadap hal-hal baru. Mereka sering kali merasa tidak percaya diri, termasuk saat harus bertemu dokter.

“Anak-anak dari daerah seperti ini biasanya takut. Takut diajak ngomong, takut periksa, enggak terbuka. Ini karena kurang stimulasi dan nutrisi,” ujarnya.

Sebaliknya, Ian kerap menjumpai anak-anak di lingkungan urban seperti Jakarta yang lebih aktif, cerewet, dan ingin tahu. Mereka berani bertanya bahkan sebelum diperiksa.

“Baru masuk ruang praktik saja sudah nanya-nanya. Itu pertanda mereka mendapat stimulasi yang baik sejak kecil,” tambahnya.

Tantangan era baru bukan generasi, tapi krisis nutrisi

ilustrasi anak pakai kacamatIlustrasi. Tantangan tumbuh kembang anak di zaman kiwari bukan cuma perkara perkembangan teknologi, tapi juga nutrisi yang kian berkurang. (iStockphoto/PeopleImages)

Tak hanya stimulasi dan pola asuh, tantangan generasi masa kini juga terletak pada nutrisi. Meski anak-anak alpha dan beta tumbuh di era teknologi dan kecerdasan buatan (AI), bukan berarti mereka otomatis lebih unggul. Justru, kata Ian, ada ancaman tersembunyi dari kemajuan zaman, yakni krisis nutrisi.

“Sekarang ini, banyak yang mengalami defisiensi nutrisi. Tanah makin jelek, vitamin di sayuran menurun. Dalam lima tahun saja, kandungan nutrisi wortel bisa turun sampai 70 persen. Daging juga berubah kualitasnya,” jelas Ian.

Faktor seperti over-harvesting dan degradasi kualitas tanah menyebabkan nilai gizi pada makanan menurun drastis.

Jadi, meski anak-anak kini tumbuh dalam kemajuan teknologi, asupan gizinya belum tentu lebih baik dibanding generasi sebelumnya.

Cara agar anak tumbuh sehat dan optimal

Lalu, bagaimana orang tua bisa memastikan anak-anak tumbuh sehat dan berkembang optimal? Apakah ada makanan tertentu yang wajib dikonsumsi?

“Orang tua sering tanya ‘anak saya harus makan apa, dok?’. Jawabannya bukan soal satu jenis makanan. Tapi jangan kasih yang dominan,” tegas Ian.

Artinya, pola makan anak harus seimbang. Jangan terpaku pada satu jenis makanan saja, meski terlihat sehat. Misalnya, hanya memberi buah tanpa protein, atau hanya fokus pada karbohidrat.

Selain itu, zat gizi seperti protein, zinc, dan lemak sangat penting dalam proses tumbuh kembang anak. Namun, semua itu tidak akan cukup tanpa dukungan stimulasi sosial, emosi, dan intelektual dari lingkungan sekitar.

“Anak bisa jadi berani atau takut, cerewet atau diam, bukan karena dia generasi alpha atau Z, tapi karena bagaimana orang tua dan lingkungan membentuknya,” pungkas Ian.

(tis/asr)




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *