Benarkah Pakai Kondom Dua Lapis Lebih Ampuh Cegah HIV/AIDS?



Jakarta, Indonesia —

Peringatan Hari AIDS Sedunia atau World AIDS Day jadi momen untuk meningkatkan dukungan buat ODHIV/ODHA dan juga kesadaran akan bahaya HIV/AIDS. Salah satu cara sederhana untuk mencegah penularan HIV adalah menghindari aktivitas seksual berisiko termasuk hubungan seks tanpa kondom.

Memakai kondom saat aktivitas seksual efektif mengurangi risiko penularan HIV/AIDS. Kondisi ini memunculkan anggapan memakai kondom dua lapis lebih efektif cegah HIV/AIDS. Benarkah demikian?

Bran manager DKT Indonesia, David Dwi Susanto menyebut anggapan itu salah.

“Itu persepsi yang sangat salah. [Orang yang berpikir demikian mungkin] kurang percaya diri, jadi pakai dobel,” kata David dalam webinar Hari AIDS Sedunia bersama DKT Indonesia, Minggu (28/11).

David menjelaskan justru penggunaan kondom dobel akan meningkatkan risiko kondom robek karena kondom bergesekan satu sama lain, bukan bergesekan dengan kulit. David menyarankan untuk menggunakan kondom yang lebih tebal daripada kondom dobel.

Rata-rata kondom biasa memiliki ketebalan 0,05-0,06 mm, kemudian kondom tipis memiliki ketebalan hingga 0,03 mm. Untuk menghindari risiko robek, tambahkan pelumas (lube) berbahan dasar air (water based) meski biasanya kondom sudah dilengkapi pelumas bawaan pada kemasan.

Dalam kesempatan serupa, Sisil, edukator seks sekaligus penggagas @sisilism, mengingatkan bahwa semua orang berisiko tertular HIV/AIDS. Selain penggunaan kondom, ada beberapa cara untuk mencegah penularan.

  1. Menghindari penyalahgunaan narkoba terutama narkoba suntik.
  2. Memastikan jarum dalam kondisi steril sebelum prosedur tato atau tindik.
  3. Setia pada satu pasangan. Semakin banyak pasangan atau berganti-ganti pasangan, risiko penularan semakin tinggi apalagi Anda tidak tahu status kesehatan pasangan. Sisil menyarankan untuk membiasakan rutin cek darah saat sudah berpasangan maupun sudah aktif secara seksual.
  4. Pil PrEP. Pil mampu menekan penularan HIV dengan cara menghambat produksi enzim sehingga virus tidak bisa memperbanyak diri. Namun pil ini belum tersedia di Indonesia.

Dari data Kemenkes pada 27 Agustus 2019, kasus kumulatif HIV/AIDS dari 1987-30 Juni 2019 sebanyak 466.859 kasus yang terdiri dari 349.882 HIV dan 116.977 AIDS. Namun, lanjut Sisil, data ini hanya puncak gunung es sebab stigma yang begitu melekat pada HIV/AIDS membuat banyak kasus tidak terdata.

“UNAIDS menyebut HIV/AIDS itu salah satu epidemik yang tumbuh paling cepat di regional Asia Pasifik, termasuk kita ya [Indonesia]. Kita semua berisiko, jadi tidak hanya pekerja seks atau kelompok-kelompok lain yang kita anggap rentan,” kata Sisil.

(els/ptj)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *