Bima Sakti dan Gol Spektakuler Piala Asia
Jakarta, Indonesia —
Tak bisa dimungkiri ketenaran Bima Sakti turut menginspirasi karier saya sebagai pesepakbola. Dia adalah sosok idola yang membuat saya mantap memilih sepak bola sebagai jalan hidup.
Ketika remaja, seorang Ponaryo Astaman, sempat dilema. Langsung bekerja di perusahaan selepas lulus STM (SMK) atau tetap fokus meniti karier bersama Persiba Balikpapan.
Sebelum lulus sekolah, saya sudah mendapat rekomendasi untuk bekerja di salah satu perusahaan otomotif. Artinya saya bisa mandiri dan tak lagi membebani orang tua dan keluarga.
Di saat yang bersamaan saya mendapat tawaran kontrak masuk tim senior Persiba Balikpapan. Tanpa pikir panjang saya langsung terima tawaran bermain di Persiba sebagai pemain profesional.
Guru saya sempat protes karena saya menolak gabung perusahaan itu demi sepak bola. Tapi seperti pemuda Balikpapan kebanyakan, saya ingin mengikuti jejak Bima Sakti yang juga lahir di Balikpapan.
Rumah saya dan Bima Sakti tidak jauh, dan namanya sangat harum di wilayah kami. Saya sendiri berteman baik dengan adiknya sehingga punya kesempatan beberapa kali bertemu dengan Bima.
Bahkan saya sempat mendapat jersey dari Bima yang membuat saya makin semangat mengejar impian jadi pesepakbola profesional dari kota asal kami.
Usia saya dan Bima memang hanya berjarak tiga tahun. Namun, dia lebih populer karena tergabung dalam tim Primavera Indonesia. Apalagi saat itu proses latihan Primavera di Italia sering disiarkan secara langsung.
|
Impian saya jadi pesepakbola sudah cukup besar dan membuat saya berani menolak perusahaan tersebut dan memilih bertahan di sepak bola. Saya sempat merasa bersalah, namun ternyata keputusan yang saya ambil bukanlah sebuah kesalahan.
Karier saya di sepak bola terbilang sukses. Pernah tergabung dengan klub-klub besar hingga mendapat kepercayaan membela Timnas Indonesia.
|
Banyak cerita indah yang saya dapat di setiap klub yang saya bela. Di PKT Bontang misalnya, saya berkesempatan berguru dengan legenda hidup sepak bola Indonesia Fakhri Husaini.
PSM Makassar jadi salah satu tim yang paling berkesan di karier saya. Momen terbaik di sana adalah saat terpilih jadi Pemain Terbaik Liga Indonesia 2004.
Saya tak tahu pasti mengapa saya terpilih sebagai pemain terbaik musim itu. Tapi yang pasti kami hampir menjadi juara dan harus puas jadi runner up karena kalah selisih gol dari Persebaya Surabaya.
|
Selain membela PSM, saya sempat mencicipi karier di Liga Malaysia bersama Melaka TMFC, kemudian ke Arema Malang, Persija Jakarta, Sriwijaya FC, kembali ke PSM, lalu kembali ke Persija, hingga pada 2016 gabung Borneo FC hingga pensiun di sana.
Saya juga pernah masuk daftar staf pelatih Borneo hingga kini dipercaya menjabat Chief Operating Officer (COO). Sebelumnya saya sempat berjuang bersama teman-teman di Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) hingga mencicipi dunia baru sebagai komentator sepak bola.
Salah satu yang tidak kesampaian adalah belum pernah berduet dengan Bima Sakti di level klub maupun Timnas Indonesia. Bukan karena beda generasi, tapi mungkin belum berjodoh untuk bermain bersama.
Baca lanjutan artikel ini di halaman selanjutnya>>>
Berharap Timnas Indonesia Era Shin Tae Yong Juara Piala AFF