Cerita WNI Dibujuk Calo Hotel Karantina Rp19 juta di Bandara Soetta



Jakarta, Indonesia —

Puluhan orang sempat terlunta-lunta di Bandara Soekarno Hatta mencari tempat karantina setibanya dari luar negeri. Dua hari menunggu di bandara, juga ditawari calo hotel karantina dengan harga sewa kamar belasan juta rupiah.

Kejadian itu terekam dalam video singkat dan viral di media sosial Twitter. WNI dalam video itu disebut-sebut merupakan Pekerja Migran Indonesia (PMI) serta wisatawan. Indonesia.com telah mendapat izin untuk mengutip isi video tersebut dari yang bersangkutan.

Menurut perekam video, WNI pelaku perjalanan luar negeri harus menunggu berjam-jam untuk mendapat tempat karantina di Wisma Atlet. Beberapa WNI bahkan dikabarkan sudah dua hari berada di bandara dan belum mendapat tempat karantina.

“Ini pagi subuh jam 4 di Bandara Soetta mau antre karantina di Wisma Atlet. MasyaAllah sudah habis magrib sampai subuh belum selesai masih ngantre panjang,” katanya dalam video tersebut, Senin (21/12).

Menurut penuturannya, WNI pelaku perjalanan luar negeri diharuskan karantina mandiri di hotel dengan biaya Rp19 juta per orang. Sementara untuk PMI bisa karantina di Wisma Atlet tanpa biaya.

Namun mereka yang akan dikarantina di Wisma Atlet harus menunggu antrean panjang. Walhasil, PMI yang menunggu ketersediaan tempat karantina berjejer di bandara, beberapa di antaranya bahkan tampak tertidur.

“Ini bener-bener pemerintah ini penyiksaan terhadap rakyat. Mau di hotel 1 orangnya Rp19 juta, kalau 22 orang berapa duit? Udah kayak pepes orang tidur sambil berdiri. Ini kelakuan pemerintah pada rakyat Indonesia,” kata dia.

“Banyak calo-calo tadi membujuk kita supaya pilih hotel Rp19 juta satu orang. Gila. Bener-bener ini mafia luar biasa,” sambung dia.

Selain itu, perekam video tersebut juga mengeluhkan harga makanan yang mahal. Dia mengaku membeli mi instan seharga Rp40 ribu untuk satu porsi, dan harus menunggu lama untuk memasaknya.

“Kita di sini beli Indomie yang harga Rp4 ribu jadi Rp40 ribu. Udah gitu antre air panas sejam lebih, beli 3 [mie] dikasih Rp30 ribuan, kalau beli 1 40 ribuan. Tapi jadinya lama banget [nunggu] dispenser panas,” ujar dia.

Nego Hotel Karantina

Pada 2 Desember lalu, dua orang WNI yang datang dari Turki melalui Bandara Soekarno Hatta mengaku kesulitan mencari hotel karantina.

Selama enam jam keduanya menunggu di bandara hingga akhirnya mendapat kepastian hotel karantina.

Mulanya, seorang petugas menawari hotel karantina dengan harga Rp12 juta untuk 1 kamar isi 2 orang. WNI bernama Lidayanti itu kemudian menawar harga hotel tersebut karena dinilai terlalu mahal untuk karantina 7 hari.

“Awalnya petugas nawari Rp12 juta untuk satu kamar isi dua orang, kemudian kami nego sampai di angka Rp9,8 juta berdua,” kata Lidayanti.

Komandan Satgas Udara Covid-19 Bandara Soekarno Hatta Letkol Agus Listiyono menyatakan tak ada calo hotel karantina di bandara tersebut.

Agus memastikan setiap WNI pelaku perjalanan yang tiba di Bandara Soetta sudah memiliki hotel karantina atau kepastian tempat karantina. Pasalnya semua mekanisme itu dilakukan oleh sistem.

“Saya berikan penegasan tidak ada [calo], karena penumpang turun di Soetta sudah scan barcode hotel dan berada di bawah pengawasan PHRI,” kata Agus saat dihubungi, Kamis (23/12).

Selain itu, WNI yang melakukan karantina di hotel juga bisa melakukan pembayaran melalui sistem sehingga tidak ada transaksi tunai.

“Sudah ada hotel yang tersedia jadi tinggal milih, pembayarannya pun bisa langsung di situ [sistem] dan melalui aplikasi. Petugas kami tidak mungkin bisa memainkan harga, karena sudah ditetapkan PHRI,” ujarnya.

Kendati demikian, Agus tak menampik sempat ada penumpukan di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta pada awal Desember ini. Dia juga menjelaskan video yang beredar di Twitter merupakan peristiwa pada 18-19 Desember lalu.

Menurutnya penumpukan terjadi karena banyak kedatangan WNI dari luar negeri. Saat itu kedatangan internasional bisa mencapai 3.000-4.000 dalam sehari.

Di tengah hiruk pikuk penumpukan kedatangan WNI luar negeri tersebut, ada keterbatasan fasilitas karantina sehingga warga perlu menunggu untuk dapat pindah ke tempat karantina.

“Tapi itu semua sudah klir, semuanya sudah menjalani karantina, dan calo-calo itu gak ada,” tutur Agus.

(mln/pmg)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *