Jakarta, Indonesia —
Conclave bakal segera diadakan pada 7 Mei mendatang. Sederet nama kardinal yang digadang-gadang menjadi kandidat kuat pun mulai bermunculan.
Para kardinal ini berasal dari berbagai benua. Ada yang dari Eropa, Asia, bahkan Afrika.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, sejumlah analis menilai daftar kandidat kuat calon penerus mendiang Paus Fransiskus masih dinamis. Sebab, kondisi geopolitik serta Katolisisme belakangan sangat berbeda dengan sebelumnya.
Bukan cuma itu, mengingat proses konklaf pada 2013 sebelumnya, seorang kandidat favorit juga tak menjamin akan keluar sebagai ‘pemenang’. Pada conclave 2013, para uskup Italia sangat yakin Kardinal Angelo Scola dari Milan akan terpilih sebagai paus baru.
Seorang pejabat senior gereja Italia bahkan mengirim pesan kepada wartawan yang mengungkapkan kegembiraan atas terpilihnya Scola usai asap putih muncul dari cerobong asap. Namun faktanya, Kardinal Jorge Bergoglio lah yang ditunjuk sebagai paus. Ia adalah mendiang Paus Fransiskus.
Terlepas dari itu, siapa saja kandidat kuat pengganti mendiang Paus Fransiskus?
Kardinal Pietro Parolin
Kardinal Pietro Parolin disebut-sebut jadi salah satu kandidat kuat pengganti mendiang Paus Fransiskus. Ia adalah Sekretaris Negara Takhta Suci yang menduduki posisi nomor dua di Vatikan sejak 2013.
Dilansir dari , Kardinal Parolin memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai gereja global. Ia berasal dari Italia utara dan telah bekerja di Amerika Latin sebagai perwakilan kepausan di Venezuela.
Parolin terlibat dalam upaya Vatikan membangun hubungan dengan Vietnam dan membangun kembali hubungan diplomatik dengan China hingga membuat Takhta Suci berhasil menandatangani kesepakatan dengan Beijing mengenai pengangkatan uskup.
Kendati begitu, jika Parolin terpilih, hubungan Vatikan dengan Amerika Serikat kemungkinan tak begitu harmonis karena Parolin telah menentang rencana Presiden AS Donald Trump mengenai Jalur Gaza, Palestina.
Meskipun mendukung agenda Paus Fransiskus, Parolin adalah sosok yang cukup berhati-hati dan konservatif. Ia juga cakap dalam berdiplomasi, yang belakangan menarik minat sejumlah pemilih.
Menurut beberapa analis, kemampuan diplomasi akan menjadi faktor kunci dalam pemilihan paus yang akan datang.
Direktur Observatorium Geopolitik Agama Prancis (IRIS), Francois Mabille, mengatakan bahwa faktor ini lekat dengan Kardinal Parolin yang merupakan kepala diplomat Vatikan saat ini.
Bersambung ke halaman berikutnya…
Kardinal Luis Antonio Tagle
Kardinal Luis Antonio Tagle juga masuk dalam radar penerus mendiang Paus Fransiskus.
Nama kardinal asal Filipina ini belakangan menguat karena sifatnya yang rendah hati namun karismatik, serta karena kepemimpinannya yang erat dengan prioritas pastoral kepausan Bapa Suci Fransiskus. Ia sampai dijuluki sebagai “Fransiskus Asia”.
Kardinal Tagle adalah pemimpin kantor Vatikan untuk penginjilan. Pada 2019, ia diminta mendiang Paus Fransiskus untuk menjadi prefek dalam departemen Vatikan untuk penginjilan, yang membuatnya bekerja sama erat dengan para pemimpin gereja di negara-negara berkembang.
Tagle merupakan sosok yang cukup inklusif. Ia vokal atas masalah yang dihadapi kaum LGBT, ibu yang belum menikah, serta Katolik yang bercerai atau menikah lagi.
Dilansir dari The Independent, pada 2015, ia pernah mengatakan bahwa sikap dan bahasa Gereja terhadap mereka kasar dan cukup parah, sehingga mengakibatkan mereka terasingkan ketika di ruang publik.
Terlepas dari sifatnya, beberapa pihak mempertanyakan keterampilan manajemen Tagle buntut masalahnya mengatasi Caritas, badan amal Gereja Katolik, di masa lalu saat ia menjadi presiden badan tersebut.
Jika terpilih, Tagle yang dikenal sebagai “Chito”, akan menjadi paus pertama dari Asia Tenggara dan Filipina, dan pencalonannya akan mencerminkan pengaruh gereja yang semakin besar di Asia.
Kardinal Peter Turkson
Selain dari Eropa dan Asia, Kardinal Peter Turkson yang berasal dari Ghana, Afrika, juga disebut menjadi kandidat kuat pengganti mendiang Paus Fransiskus.
Kardinal Turkson secara politik berhaluan kiri. Ia selama ini memimpin Gereja Katolik mengatasi masalah keadilan sosial dengan menjadi pengkritik kapitalisme neoliberal dan berupaya kuat mendorong perdamaian di Afrika.
“Ada beberapa kesamaan dalam kepribadian [mendiang] Paus [Fransiskus] dan Kardinal Turkson. [Yaitu] kebajikan kerendahan hati, kesederhanaan, kasih sayang, cinta kepada orang miskin dan yang membutuhkan dan terutama belas kasih kepada bumi,” kata Suster Jacinta Tuoniba dari Tamale, Ghana utara, seperti dikutip Deutsche Welle (DW).
Namun, secara teologis, orang kepercayaan Paus Fransiskus ini sangat konservatif. Ia menentang keras penggunaan kondom meskipun ada pandemi AIDS di Afrika. Dia juga termasuk yang menentang homoseksualitas.
Turkson merupakan salah satu kandidat paus pada 2013 lalu. Ia akan menjadi paus Afrika pertama sejak Paus Gelasius I pada abad kelima jika terpilih sebagai paus baru.
Kendati begitu, menurut sejumlah pihak, peluang Turkson terpilih sebagai paus kemungkinan akan terganjal sejumlah isu.
Pertama, usianya mungkin akan dinilai terlalu tua untuk menjadi pemimpin umat Katolik sedunia. Turkson saat ini telah berusia 76 tahun.
Kemudian, masalah kegagalan gereja di Afrika dalam menangani kasus pelecehan seksual yang tak terhitung jumlahnya juga diperkirakan akan menjadi pertimbangan.