Jakarta, Indonesia —
Tidak banyak yang tahu jika perempuan Indonesia pernah menjadi Ibu Negara China. Dia adalah Oei Hui Lan.
Oei Hui Lan yang dikenal sebagai Madame Wellington Koo merupakan mantan istri dari Presiden China pada 1926-1927 Wellington Koo atau Koo Vi Kyuin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oei Hui Lan merupakan putri dari crazy rich Semarang pada masanya, Oei Tiong Ham. Oei Tiong Ham merupakan pengusaha keturunan China yang lahir di Semarang pada 1866.
Ayah Oei Hui Lan merupakan taipan kelas kakap yang punya julukan Raja Gula dari Semarang.
Saat Oei Hui Lan kecil, sang ayah juga sempat menjadi orang terkaya di Asia Tenggara. Sementara sang ibu bernama Goei Bing Nio.
Oei Hui Lan hanya memiliki kakak perempuan Bernama Tjong Lan yang berjarak 10 tahun lebih tua darinya.
Di luar keluarga inti, Oei Hui Lan memiliki 42 saudara tiri dari 18 gundik sang ayah.
Meski di rumah selalu berbicara Bahasa Hokkian, ayahnya Oei Hui Lan selalu mengajaknya bicara dengan Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia menjadi bahasa pertama Oei Hui Lan yang fasih berkat diasuh oleh pengasuh orang Indonesia.
Dalam memoarnya berjudul ‘No Feast Last Forever’ yang terbit pada 1975, perempuan kelahiran 1889 itu terbiasa hidup mewah dan sangat dimanja sang ayah.
Ayahnya percaya Oei Hui Lan membawa keberuntungan lantaran sejak kelahirannya, usaha sang ayah makin mulus bak jalan tol.
Sejak itu, Oei Hui Lan sering diajak berkeliling dunia menemani urusan bisnis sang ayah.
Berlanjut ke halaman berikutnya >>>
Ibu Negara China
Setelah sering menemani sang ayah bepergian ke luar negeri, Oei Hui Lan semakin pandai bersosialisasi. Ia bahkan bisa beberapa bahasa seperti Belanda, Inggris, dan sedikit Prancis.
Di umur 16 tahun, Oei Hui Lan meninggalkan Jawa dan tinggal di Inggris. Orang tua Oei Hui Lan sampai merekrut sejumlah guru pribadi mulai dari seni kaligrafi, seni berbicara, seni tari China klasik, hingga music.
“Ibu ingin anak-anaknya tidak pemalu dan pandai bergaul supaya bisa memperoleh suami yang hebat. Saya pun disuruh belajar menunggang kuda di Singapura,” bunyi kutipan memoir Oei Hui Lan itu.
Oei Hui Lan bercerita pertemuannya dengan Wellington Koo berawal dari sang kakak, Tjong Lan, yang saat itu sudah tinggal di Paris, Prancis.
Suatu hari, Tjong Lan mengirim Telegram kepada ibunya menganjurkan untuk cepat mengunjungi Paris secepatnya. Sebab, salah satu kolega suaminya mengaku ingin berkenalan dengan Oei Hui Lan.
Sosok itu ialah Wellington Koo. Saat itu, Wellington Koo merupakan diplomat delegasi pemerintah China yang sedang mengadakan pembicaraan soal perdamaian Perang Dunia I di Paris.
Tjong Lan bercerita Wellington Koo meminta dikenalkan kepada Oei Hui Lan setelah melihat fotonya di rumah kakaknya itu.
Saat itu, Wellington Koo berusia 32 tahun dan berstatus duda lantaran sang istri meninggal dunia.
Wellington Koo merupakan wakil China di Amerika Serikat dan lulusan Columbia University. Tjong Lan pun bersikukuh memperkenalkan sang adik meski Oei Hui Lan sendiri mengaku tidak tertarik dengan Wellington Koo.
“Bayangkan duda berusia 32 tahun! Namun ibu begitu bersemangat. Dengan ogah-ogahan saya pun ikut ke Paris,” ucap Oei Hui Lan dalam memoarnya.
Kesan Oei Hui Lan saat melihat Wellington Koo juga tidak baik. Lelaki itu dianggap terlalu tua dengan setelah kuno jika dibandingkan lelaki seusia Oei Hui Lan.
Meski merupakan orang penting pemerintah China, Wellington Koo berasal dari keluarga yang berkecukupan.
Oei Hui Lan dan Wellington Koo pun akhirnya menikah pada 1920 di Kedutaan Besar China di Belgia.
Enam tahun kemudian, Wellington Koo pun sempat menjabat sebagai pelaksana Presiden China sekaligus Perdana Menteri antara 1926-1927. Oei Hui Lan pun menjadi Ibu Negara China.
Namun, pada 1959 Oei Hui Lan dan Wellington Koo bercerai.